4. Kolaborasi antara Pemerintah dan Masyarakat
Untuk meningkatkan efektivitas UU ITE, diperlukan kolaborasi yang baik antara pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat. Edukasi dan sosialisasi mengenai pentingnya HKI serta cara melaporkan pelanggaran dapat membantu meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam melindungi HKI.
Secara keseluruhan, UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 telah memberikan landasan hukum yang penting untuk menegakkan HKI di era digital. Namun, efektifitasnya sangat bergantung pada implementasi yang konsisten dan dukungan dari berbagai pihak terkait.
D. Isu hukum yang muncul terkait dengan pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI) di dunia maya
 Kegiatan yang dilakukan melalui platform digital diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai sarana menyebarluaskan informasi melalui dunia maya. Hak cipta atas lagu dan musik yang digunakan untuk kepentingan komersial tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC). Pertanggungjawaban atas pelanggaran terdapat pertanggungjawaban hukum pidana, perdata, dan/atau administrasi. Pelanggaran Hak Cipta termasuk dalam pelanggaran yang gugatan atas pembajakan mendapat akan mendapat ancaman hukuman pidana penjara selama satu tahun sampai sepuluh tahun dengan denda sebesar Rp100.000.000 (Serratus Juta Rupiah) dengan denda maksimal sebesar Rp4.000.000.000 (Empat Miliar Rupiah). Penyelesaian secara perdata atas pelanggaran hak cipta dapat dilakukan dengan cara alternatif penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau Penggugat sebagai pencipta lagu dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Niaga untuk meminta penerbitan putusan provisi atau putusan sela. Tujuannya adalah untuk meminta konfiskasi terhadap karya cipta yang telah dihasilkan dan dilakukan pengumuman atau duplikasi, serta peralatan duplikasi yang digunakan untuk menciptakan hasil pelanggaran hak cipta dan produk terkait. Selain itu, mereka juga bisa meminta untuk menghentikan segala kegiatan yang berkaitan dengan pengumuman, distribusi, komunikasi, dan/atau duplikasi karya yang melanggar hak cipta serta produk terkait.
Pembajakan Konten: Pembajakan konten berhak cipta, seperti film, musik, dan buku, adalah masalah besar di dunia maya. Situs web yang menawarkan konten pirat sering kali melanggar hak cipta dan menyebabkan kerugian besar bagi pemegang hak cipta.
 Deep Linking, Framing, dan Inlining: Praktik teknis seperti deep linking (menghubungkan langsung ke konten di situs web lain), framing (menampilkan konten dari situs lain dalam frame), dan inlining (mengintegrasikan konten dari situs lain) sering kali menjadi sumber konflik hukum karena dapat dianggap melanggar hak cipta.
 Domain Name Disputes: Perselisihan mengenai nama domain (domain name disputes) sering kali terjadi ketika individu atau perusahaan mencoba memanfaatkan nama domain yang mirip dengan merek yang sudah terdaftar untuk tujuan penipuan atau pelanggaran hak merek.
 Tanggung Jawab ISP (Internet Service Provider): Isu tentang sejauh mana ISP bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran HKI yang dilakukan oleh pengguna mereka juga menjadi perhatian. Beberapa negara memiliki undang-undang yang menetapkan tanggung jawab ISP dalam menangani pelanggaran HKI.Â
Plagiarisme dan Penggunaan Tanpa Izin: Plagiarisme, yaitu mengklaim karya orang lain sebagai milik sendiri tanpa memberikan pengakuan, dan penggunaan tanpa izin dari karya asli sering kali menjadi masalah hukum di dunia maya.
 Pencurian Identitas: Pencurian identitas, di mana informasi pribadi seseorang digunakan tanpa izin untuk tujuan yang tidak sah, juga menjadi isu hukum yang berkaitan dengan pelanggaran HKI di era digital.