Berkaitan dengan topik pilihan Kompasiana, saya ingin membicarakan sebuah buku biografi berjudul A Beautiful Mind : Kisah Hidup Seorang Genius Penderita Sakit Jiwa yang Meraih Hadiah Nobel (2005) yang ditulis oleh Sylvia Nasar untuk John Nash, seorang matematikawan genius yang menemukan Teori Permainan yang penerapannya terdapat dalam bidang ekonomi. Berkat penemuannya di tahun 1950-an ini, ia meraih hadiah Nobel Ekonomi pada tahun 1994 bersama dua orang cendekiawan lainnya.
A Beautiful Mind of Nash
Membaca buku setebal 625 halaman ini seperti bukan membaca kata-kata atau cerita, melainkan membaca jiwa seorang anak manusia pengidap skizofrenia yang sangat genius bernama Nash. Tidak hanya menarik, kisah hidup Nash sangat memukau. Barangkali juga bisa menjadi bahan refleksi bagi kita, orang awam, dalam melihat jiwa sebagai sebuah entitas yang mungkin dapat memiliki jalan hidupnya sendiri yang bisa terlepas dari diri sebagai hunian jiwa tersebut.
Biografi yang ditulis tahun 1998 ini konon mendasari dibuatnya film "A Beautiful Mind" pada tahun 2001 dengan aktor Russel Crowe sebagai pemeran Nash. Saya sendiri lebih dahulu menonton filmnya sebelum kemudian menemukan buku yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia pada tahun 2005 ini di Gramedia pada saat cuci gudang pada 2012 silam.
Baik buku maupun filmnya sama-sama meraih penghargaan. Pada tahun 1998, buku A Beautiful Mind meraih National Book Critics Circle Award untuk biografi. Filmnya pada tahun 2001 memenangkan 4 Academy Awards, salah satunya Sutradara Terbaik.
Kekuatan ceritanya terlebih karena ia berdasarkan kisah nyata seorang genius yang terkena skizofrenia, membuat kisah Nash dengan sendirinya menarik, memukau, dan membuat karya-karya tentang matematikawan ini layak untuk mendapatkan penghargaan. Tidak sekadar untuk menghargai, tapi kisah hidup Nash memang indah sekali, ajaib, menakjubkan, sekaligus tragis. Saat membacanya, saya seperti ingin cepat-cepat menuntaskannya. Ingin tahu sekali nasib Nash.
Jauh dari kontak dengan beberapa orang yang sangat khusus membuat aku seperti tersesat, tak tahu arah... maka, dalam banyak hal hidup ini terasa berat sekali. --John Forbes Nash, Jr., 1965 (Nasar, 2005: hlm. 236)
Nash mengalami delusi di tahun-tahun keemasannya, di usia yang sangat muda, yaitu sekitar 30 tahun. Ia telah menikah dengan Alicia Nash dan pernah punya perempuan simpanan (Eleanor namanya) yang melahirkan anak laki-laki untuknya. Alicia sendiri ketika itu sedang hamil. Konon, delusi Nash dipicu oleh kehamilan istrinya, juga ambisinya dalam memecahkan Hipotesis Riemann yang menjadi momok bagi para matematikawan.
Selain itu, pengalaman hidup lainnya juga membuat ia tampaknya penuh tekanan. Beberapa di antaranya, ketakutan mengikuti wajib militer, suasana politik dan perang, pola asuh keluarga, faktor genetis, dll. Ketika delusinya semakin parah, Alicia "menjebloskannya" ke rumah sakit jiwa. Nash mengidap paranoid skizofrenia.
Perjalanan skizofrenia Nash begitu memilukan, bukan hanya bagi Nash, Alicia, keluarga Nash, atau orang-orang di sekitar mereka, melainkan pula bagi pembaca buku biografi tentangnya, seperti saya. Nasar menceritakan segala sesuatunya secara detail.
Dibuka dengan cerita tentang keluarga Nash, awal kuliahnya di Princeton, karakter Nash yang nyentrik, genius, ambisinya untuk selalu unggul, perkenalannya dengan Eleanor, masa-masa keemasannya, teori yang dia buat, pernikahannya, penyakitnya, terapi insulin, terapi kejut, kesembuhannya, hingga keberhasilannya meraih hadiah Nobel--semua dituliskan secara detail, sangat detail dan akurat.
Biografi ini penuh kutipan-kutipan hasil wawancara dengan orang-orang di masa hidup Nash, seperti adiknya, pengajar di Princeton, MIT, istri temannya, teman Alicia, para psikiater, dan mahasiswa yang pernah mengenal Nash. Tulisan ini penuh dengan kesan orang-orang itu terhadap Nash.
Buku ini dilengkapi pula dengan foto-foto Nash bersama orang-orang dalam kehidupannya. Biografi ini lengkap dan akurat. Jelas sekali menggambarkan Nash dan bagaimana dia berpikir saat itu, bagaimana Nash melihat penyakitnya saat itu.