Mohon tunggu...
Si Mufna
Si Mufna Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang Pemimpi, Tinggal di Kota Wali "Demak". \r\n\r\nMengikat ilmu dengan menulis. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Belajar dari Mantan Perampok

26 Januari 2015   02:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:22 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika masih SMK, saya mempunyai teman, sebut saja namanya Ari. Kenal namun tidak begitu akrab. Nah, beberapa waktu yang lalu saya ketemu dia lagi. Saya ngerasa pangkling dengan dia, rambutnya yang gondrong dan gaya pakainnya serba hitam (pake jins dan kaos) terkesan beda sekali ketika masih SMK dulu. Ternyata sekarang dia telah menjadi juragan krupuk, wow!. Dia menjual krupuk udang dan usahanya baru berjalan kurang lebih 2 tahun. Kamipun saling sapa menanyakan kabar dan kesibukan masing-masing. Kami ngobrol mulai dari yang ringan-ringan sampai akhirnya dia bercerita tentang kisah kehidupannya semenjak ia "keluar" dari SMK.

Ketika dia masih kelas satu SMK, ayahnya sakit keras. Sehingga membuat ayahnya tidak bisa bekerja dan otomatis sumber keuangan keluarga berhenti. Di sisi lain, harus bayar kontrakan, pengobatan ayahnya dan tentu saja biaya sekolahnya. Demi mengobati ayahnya, Ari akhirnya keluar dari sekolah dan memilih bekerja serabutan. Tidak lama kemudian, ayahnya meninggal. Ari merantau ke Surabaya untuk bekerja demi menghidupi ibu dan adek adeknya yang masih sekolah. Di sanalah ia bertemu dengan seorang wanita yang kemudian hari menjadi istrinya.

Setelah menikah, selang beberapa bulan kemudian Ia berniat pulang kampung. Saat pulang kampung ini, kondisi istrinya dalam keadaan hamil. Dia naik motor mudik dari Surabaya ke Semarang. Nah sewaktu mudik inilah, dia mengalami kecelakaan yang membuat istrinya terluka parah dan di larikan ke rumah sakit. Istrinya mengalami keguguran, tidak berhenti di situ, istrinya juga tidak bisa berjalan dan harus dirawat di rumah sakit sekian hari dengan biaya total mencapai 100-an juta. Dengan kondisi yang serba terjepit, temen saya akhirnya meminta mertuanya yang di Surabaya untuk menggadaikan sertifikat tanah plus rumah yang di tempati kepada bank untuk menutup biaya pengobatan di rumah sakit. Istrinya pun bisa pulang, namun tidak lama kemudian, istrinya meninggal. Bagai jatuh tertimpa tangga, dia punya beban utang kepada bank yang harus segera ia lunasi atau rumah tinggal mertuanya akan di sita oleh bank dan beban psikologis atas kematian istrinya.

Lama dia berfikir, kerja apa yang bisa dapat uang banyak dalam waktu singkat. Dia memilih jalan hitam, dia memutuskan menjadi perampok. Apa yang dia rampok? nasabah bank. Dengan rinci dia pengalamannya ketika menjadi rampok. Malang melintang di kota kota jawa tengah. Dia punya janji pada dirinya sendiri, bahwa jika utang pada bank telah lunas, maka dia akan berhenti jadi perampok. Dia sadar apa yang di lakukannya salah, tapi dia merasa gak punya jalan lain selain itu. Apakah kamu pernah tertangkap? dia bilang pernah. Namun dia berhasil lolos meski sempat di gebukin masa, sampai sini matanya mulai berkaca-kaca.

"Temanku meninggalkanku begitu melihat saya tertangkap dan menjadi bulan-bulanan massa, resiko yang harus saya terima" begitu dia bilang. Setelah lunas semua utangnya, dia menepati janjinya untuk berhenti menjadi perampok. Dia juga belum berniat mencari istri lagi setelah dua tahun kepergian istrinya. Dengan modal 2 juta, bersama kakakny, ia membuka usaha jual krupuk udang. Pelangganya tersebar di pasar-pasar Semarang & Sekitarnya.

Akhirnya hari telah sore, hari itu memberikan saya pelajaran tentang kehidupan. Saya tidak mengalami apa yang teman saya alami, tapi saya ikut hanyut merasakan kepiluan ketika dia mencapai titik nol perjuangannya. Dan yang paling penting, dia berhasil keluar dari kepiluan untuk membangun kembali harapan-harapannya. Dia pasrah atas kesalahan yang pernah dia lakukan. Katanya, g ada orang baik tanpa masa lalu, begitupun tidak ada orang jelek tanpa masa depan. Saat saya pamitan, saya diberi oleh-oleh krupuk udang hasil produksinya dan sayapun pamit pulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun