Mohon tunggu...
Simplisius Ngaja
Simplisius Ngaja Mohon Tunggu... Jurnalis - Epozth ngaja

Epozth ngaja

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemecatan para THL di Matim Seperti Lakon dalam Drama Korea

2 November 2020   14:12 Diperbarui: 2 November 2020   14:27 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Simplisius Ngaja, S.P.


Pengertian Tenaga Harian Lepas (THL) jika mengacu dengan apa yang dikatakan Karl Marx (1818-1883), menurut Marx, di dunia ini hanya ada dua kelas masyarakat , yakni kelas borjuis dan kelas proletar. Kelas borjuis adalah mereka yang memiliki alat produksi (pemilik modal) dan kelas proletar adalah mereka yang tidak memiliki alat produksi.
Merujuk pada pengertian di atas, sebenarnya mereka yang berprofesi sebagai THL pun juga termasuk dalam kategori buruh. Sehingga muncul istilah buruh, pegawai, pekerja, kaum profesional, dan sebagainya.
Bagi Marx kelas pekerja memang "berada di tengah-tengah masyarakat sipil tapi bukan bagian dari masyarakat sipil". Masyarakat sipil menciptakan dan memperluas ukuran dari kelas pekerja tapi tidak pernah memberikan kesempatan bagi kelas pekerja untuk mengakses keuntungan-keuntungan yang didapatkan masyarakat itu secara keseluruhan. Ketidakadilan yang menimpa kelas pekerja ini adalah deprivasi (hidup serba kekurangan) yang dialaminya, di mana deprivasi ini tidak hanya terjadi untuk barang-barang material saja tapi juga terwujud pada jenis dan level budaya yang tercermin dari barang-barang itu. Marx memandang bahwa budaya juga merupakan produk dari tenaga kerja yang dikerahkan para pekerja. Maka "ketidakadilan yang berlaku secara umum" ini merujuk pada kondisi di mana seseorang telah bekerja keras untuk mewujudkan kehidupan yang beradab namun ia sendiri tidak bisa mendapatkan hidup yang beradab seperti itu.
Berdasarkan berita di beberapa media online bahwa sebanyak 333 orang THL yang akan dirumahkan. Lebih lucunya lagi adalah terjadi perbedaan argumen baik diantara sesama DPR maupun DPR dengan Bupati. Seperti pernyataan salestinus Medi salah satu anggota DPR dari fraksi di beberapa media mengatakan bahwa;
"Seharusnya Pemda Matim mencari cara yang lebih humanis tanpa harus mengorbankan nasib para THL, mereka telah menunjukan loyalitasnya untuk daerah matim selama ini,".
Menurutnya, Sangat tidak elok jika kebijakan rasionalisasi THL itu diambil pada masa pandemik, jangan sampai kebijakan yang diambil untuk mengurangi masalah malah akan munculnya masalah baru sumber (bidiknews.id)
Bupati matim dan ketua DPRpun menanggapi pernyataan seorang politisi dari fraksi PDIP bahwa mereka sudah memikirkan secara matang terkait rasionalisasi Para THL tersebut. Penulis beranggapan bahwa pemecatan THL tersebut seakan seperti kisa dunia romantika dalam drama korea. Karena dalam drama korea terdapat protagonis dan antagonis dan hal inipun terjadi dalam tubuh pemda Matim. Semestinya DPR mengetahui hal ini karena mereka telah membahas dalam sidang paripurna, serta bupati Matim semestinya tanyakan pada anggota DPR yang tidak sepakat agar langka apa yang akan menjadi sebua solusi yang solutiv.
Namun lain hal yang dibuat bahwa PemDa Matim membuat desain seakan seperti drama korea dengan memanfaatkan kesempatan pandemi ini dengan tameng THL.
333 orang THL kini tak tau entah kemana mereka mencari pekerjaan untuk menafkai hidupnya.
Untuk diketahui bahwa Para THL yang akan dirumahkan itu Diantaranya: Dinas Pendidikan dan Olahraga sebanyak 14 orang, Dinas Kesehatan sebanyak 7 orang, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebanyak 22 orang,Dinas Pertanahan sebanyak 4 orang, Satuan Polisi Pamong Praja sebanyak 20 orang, Dinas Sosial sebanyak 4 orang, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebanyak 6 orang.
Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan sebanyak 11 orang, Dinas Lingkungan Hidup sebanyak 21 orang, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sebanyak 5 orang, Dinas Pemberdayaan dan Masyarakat Desa sebanyak 2 orang, Dinas P2KB3A sebanyak 36 orang, Dinas Perhubungan sebanyak 7 orang,Dinas Komunikasi dan Informatika sebanyak 5 orang.
Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UKM sebanyak 19 orang.
Dinas PMTSP sebanyak 3 orang.
Dinas Perpusatakaan dan Kearsipan sebanyak 6 orang.
Dinas Peternakan sebanyak 7 orang.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sebanyak 7 orang.
Dinas Pertanian sebanyak 34 orang.
Bagian Umum sebanyak 12 orang.
Bagian Perekonomian dan Administrasi Pembangunan sebanyak 3 orang.
Bagian Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat sebanyak 3 orang.
Sekretariat DPRD sebanyak 11 orang.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah sebanyak 12 orang.
Inspektorat sebanyak 3 orang.
Bappelitbang sebanyak 5 orang.
Badan Keuangan Daerah sebanyak 12 orang.
Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM sebanyak 5 orang (sumber FE).

Berdasarkan data diatas menunjukan bahwa Pemda Matim masih lemah dalam mengelolah serta menata masyarakatnya kearah yang lebih baik.
Mengapa demikian??
Tentunya kita tau bersama bahwa PemDa Matim semestinya harus mampu melahirkan sebuah solusi yang solutif ketika para THL tersebut dirumahkan, bukan dengan melepas pergikan mereka dalam keadaan hampa.
Pemda matim semestinya harus paham bahwa mereka memiliki tanggungjawab besar dalam membiayai hidup.
Jika lapangan pekerjaan tidak ada apalah daya untuk hidup selanjutnya.


Harapan Penulis
Pemda Matim setidaknya harus mampu menyiapkan strategi dan solusi agar parah THL yang dirumahkan itu mampu membiayai kehidupan keluarga setelah di PHK bukan dengan beradu argumen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun