Mohon tunggu...
Simpet Soge
Simpet Soge Mohon Tunggu... Administrasi - Bapak dari seorang putra.

Anak bengkel. Punya blog di simpetadonara.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Kedang, Air Bagai Emas Bening

20 Juni 2014   19:03 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:59 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1403252147580280179

[caption id="attachment_330037" align="aligncenter" width="336" caption="Gbr: financeelements.com"][/caption]

Sulit membayangkan hidup dengan kebutuhan air bersih yang sukar terpenuhi. Akan tetapi, kondisi inilah yang dialami warga Kedang di kaki gunung Uyelewun, Lembata, Nusa Tenggara Timur. Air jadi barang mewah. Tak salah jika dijuluki ‘emas bening’.

Bagi yang selalu hidup berkelimpahan air, tempat ini menyediakan ujian bagi anda. Anda harus bisa menghargai tetes demi tetes bahan cair ini lebih daripada biasanya. Betapa tidak. Di desa Hoelea I, kecamatan Omesuri, air dihargai tiga puluh ribu rupiah per kubiknya, atau dalam kemasan biasa, harganya dipatok dua puluh lima ribu rupiah untuk bak ukuran 750 liter yang dibuat dari dua tabung gorong-gorong yang disatukan. Jika dikonversikan ke ukursn mobil tangki, maka untuk satu tangki mereka mesti merogoh kocek seratus delapan puluh ribu rupiah. Angka ini lima kali lipat lebih mahal daripada harga air tangki di wilayah perkotaan. Apalagi, nominal ini mesti dibayar oleh warga desa yang rata-rata mencari nafkah dengan bertani. Sebuah pengorbanan yang besar.

Warga sedikit terbantu jika di musim hujan. Pada musim ini, mereka memanfaatkan air cucuran atap yang disimpan di bak-bak penampung. Sejumlah warga membangun bak dari satu hingga dua puluh kubik untuk menyimpan air persediaan kebutuhan mereka. Sementara di musim kemarau, satu-satunya yang menjadi tumpuan adalah layanan dari truk tangki milik PDAM.

Padahal, jarak mengambil air tawar tidak terlalu jauh jika menggunakan kendaraan yaitu sejauh sekitar tiga kilometer. Di sana kita temui sebuah kali yang debit alirannya tergantung musim. Sejumlah warga tampak mencuci langsung di kali ini. Jalan yang melintasi desa pun kondisinya cukup baik sebab sudah diaspal meski penuh lubang sana sini.

Karena sulit diperoleh, menggunakan air tentu dilakukan sehemat mungkin. Baik MCK maupun air minum dan memasak. Jika anda sebagai tamu, anda mesti belajar menyesuaikan diri dengan kebiasaan warga. Mereka lebih bijak dalam menggunakan air.

Untuk mengatasi kondisi tersebut, pemerintah telah membangun jaringan pipa. Tetapi dari pipa-pipa tersebut baru dialirkan harapan. Air sendiri belum mengalir hingga kini.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun