Mohon tunggu...
Simpet Soge
Simpet Soge Mohon Tunggu... Administrasi - Bapak dari seorang putra.

Anak bengkel. Punya blog di simpetadonara.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Pungli: Tak Naik Angkot Tapi Tetap Dipaksa Bayar

16 Agustus 2015   11:02 Diperbarui: 16 Agustus 2015   11:02 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Hari ini untuk ke delapan kalinya praktek pungli terang-terangan saya saksikan. Pelakunya adalah para kernet angkot (bemo) Maumere. Modusnya, mereka parkir bemo di salah satu tempat di timur kota, lalu salah satu kernet melompat naik bus antarkota untuk memungut bayaran lima ribu rupiah dari setiap calon penumpang. Padahal, para penumpang bus itu tak satupun yang menggunakan jasa angkot mereka.

Bisnis yang ini cukup menggiurkan. Tanpa keluar modal serta tenaga sedikitpun, mereka raup untung jutaan rupiah per bulan dari aksi pungli setiap hari ini.

Celah yang mereka manfaatkan adalah larangan bagi bus untuk masuk ke dalam kota. Memang, harusnya bus bus angkutan antarkota hanya turunkan penumpangnya di terminal. Tapi terminal timur kini tidak lagi berfungsi. Bemo tidak lagi terlihat sehingga kalau penumpang turun di sana, mereka akan telantar. Bus antarkota pun demikian. Karena barang yang banyak dan tidak praktis dibawa angkot, maka penumpang diantar saja ke rumah atau tempat tujuannya masing-masing, hal mana yang tidak dapat dilayani oleh bemo. Buntutnya, para penumpang ini yang jadi korban. Mereka membayar tarif jasa yang mereka sendiri tidak gunakan.

Para penumpang ini diam saja ketika si 'petugas' pungli melaksanakan aksinya, lalu menggerutu selepas si pelaku melompat turun dengan segepok uang di tangan menuju angkotnya “Dwipati” yang parkir tepi jalan. Saya sendiri sebagai penumpang ikut jadi korban juga.

''Saya bawa motor,'' protes saya menuding sepeda motor yang digantung di belakang bus.

''Tetap bayar, atau kami turun itu motor di terminal'' sahut si kernet tanpa pikir kalau dengan roda dua toh saya bisa jalan sendiri jika diturunkan di manapun. Saya akhirnya bayar saja karena tak mau ribut dan sebagai solidaritas saja antar sesama penumpang.

Hitung-hitung, sampai hari ini sudah empat puluh ribu rupiah saya bayar untuk jasa yang tidak pernah saya gunakan itu. Memang, setiap bulannya saya dua kali menggunakan jasa angkutan antarkota ini.

Bagaimana dengan penumpang lain?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun