Oro-Oro. Tempat itu hanya dibatasi lembah dari tempat ziarah Gua Maria Sawer Rahmat di Totombok Kuningan. Sebelum bukit tempat ziarah itu rimbun dengan pepohonan acapkali aku di puncak bukit ziarah aku bisa melayangkan pandang ke ladang-ladang di lereng bukit yang salah satunya adalah Oro-Oro.Â
Namun sekarang batang-batang pohon berkayu yang menjulang di bukit ziarah membatasi pandangan ke pemandangan sekitar seperti Waduk Darma dan tentu saja Oro-Oro, tempat hidupku berkisah tentang aku, bapak dan keempat saudaraku
Sewaktu aku masih di bangku sekolah dasar, di beberapa hari minggu aku dan saudaraku menghabiskan hari dengan membantu bapak bercocok tanam. Kakakku sulung perempuan, kakak kedua laki-laki, kakak ketiga dan keempat perempuan serta aku mengekor bapak yang memikul barang bawaan benih bawang merah dan perbekalan.Â
Tangan kami pun tidak kosong. Termos air, rantang bekal dan apa yang bisa ditenteng menjadi tugas untuk kami bawa.Â
Di tahun 80-an tidak ada angkutan atau ojek sebagaimana yang orang-orang di desaku gunakan sekarang untuk berangkat ke ladang. Kami berjalan melalui jalan desa berbatu, mendaki jalan melewati pemakaman desa, menyusuri jalan kecil di samping parit, menyeberangi sungai Curug Goong yang dikenal 'berpenghuni' dan airnya sedingin air es dan kembali mendaki bukit untuk tiba di ladang Oro-Oro.Â
Kurang lebih 1 jam kami berjalan. Kalau lagi kurang beruntung malam sebelumnya turun hujan sehingga mendaki jalan setapak haruslah hati-hati kalau tidak ingin tergelincir. Â
Ladang ini memang ladang terjauh yang bapak miliki. Aku membayangkan bagaimana kerja keras bapak untuk menyiapkan lahan sebelum bercocok tanam.. Memikul pupuk kandang dari jalan besar ke ladang dengan jarak yang jauh dan berkelok tentulah bukan pekerjaan yang mudah.Â
Belum lagi  mencangkul tanah di tengah terik panas matahari. Demikian halnya ketika bapak mesti membawa panenan entah padi, bawang merah ataupun bawang daun, pastinya dibutuhkan usaha yang cukup besar juga.Â
Bapakku dengan perawakan yang lebih kecil dariku ternyata saat usia muda jauh lebih bertenaga dengan otot yang liat dan kuat karena tempaan pekerjaan keras setiap harinya.Â
Dalam perjalanan menuju ladang Oro-Oro inilah pertama kalinya aku dikenalkan dengan pohon jengkol yang rindang - yang sampai saat ini belum pernah aku temui lagi. Juga pohon kayu manis yang mana ketika lewat kami sengaja memotong ranting yang bisa kami jangkau dan mengupas kulit kayu dan mengunyahnya.Â
Manis tentu saja rasanya.Â