Mohon tunggu...
Simon Sutono
Simon Sutono Mohon Tunggu... Guru - Impian bekaskan jejak untuk sua Sang Pemberi Asa

Nada impian Rajut kata bermakna Mengasah rasa

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Mengapa RUNO?

5 Juni 2022   23:14 Diperbarui: 5 Juni 2022   23:20 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            What's behind the name? Hampir semua kalangan sepakat bahwa setiap nama ada maknanya. Maka, dalam situati tertentu, ketika ada yang menyebutkan nama seseorang secara keliru, yang bersangkutan akan dicandai untuk menanggung biaya pembuatan bubur merah bubur putih sebagai ritual penggantian nama. Ya, bubur merah dan bubur putih merupakan bentuk 'sesajian' yang disiapkan dalam ritual-ritual pada kelompok masyarakat tertentu. Tidak tanpa makna penyediaan sesajian ini. Hanya tentu tidak pada kesempatan sekarang kita membahas tentang sesajian atau sesajen. Lagi pula penulis belum punya wawasan yang cukup untuk membahasnya. Dengan kata lain, penulis belum mengumpulkan informasi mengenai sesajian ini, termasuk dalam ritual penamaan sesuatu atau seseorang.

          Sebagai nama, RUNO tidak melalui peristiwa sesajian. Pengambilan nama ini untuk usaha siomay hanya didasari oleh alasan nama apa yang bisa mewakili hakikat dari kami pemilik usaha ini. Dari kriteria ini didapatkanlah nama Rumah Uli Ono yang disingkat menjadi RUNO. Mengapa rumah? Siapa Uli  dan siapa pula Ono?

         Secara gambaran fisik, rumah mengacu pada tempat tinggal dengan halaman, ruangan-ruangan, tembok pemisah dan tentu alamat. Rumah yang kami tempati ini amatlah spesial baik dari pengadaanya maupun proses penempatannya. Pada rumah ini, kisah kerja keras menampakkan hasil. Sebagaimana keumumannya keluarga, keinginan untuk mandiri dan memiliki rumah sendiri merupakan salah satu impian. Rumah yang seperti apa, lokasi dimana, bagaimana menata akan bergantung pada banyak faktor antara lain kesiapan calon penghuninya

         Untuk rumah kami ini jerih payah suami istri yang sama-sama bekerja terbayar lunas dengan didapatkannya rumah ini. Aku sendiri pada masa itu mengalami situasi harus mengajar di 4 lembaga pendidikan yang berbeda - 1 SMP, 2 SMA dan 1 politeknik. Belum lagi datang ke rumah beberapa siswa yang untuk mengajar les privat. Dengan predikat pengajar Bahasa Inggris, di masa itu banyak kemudahan yang didapatkan untuk meningkatkan pundi-pundi. Alhasil karena mengajar di 4 sekolah dan mengajar les privat,  beberapa hari dari sepekan aku mesti berangkat sebelum pk. 06.00 dan pulang pk. 21.00. Capek? Pastinya. Namun semua dijalani dengan ikhlas. Ternyata hasil tidak menipu proses. 

         Setelah mendapatkan rumah, kesibukan itu tidak lantas berhenti. Rumah yang kami dapatkan tidaklah dibayar kontan, tapi sebagaimana keumumannya melalui KPR. Alhasil cicilan bulanan menjadi cenat-cenut yang harus dipikirkan solusinya. Dan solusi itu ternyata tidak jauh  dari rumah ini. Dengan alih status sebagai pegawai tetap yayasan, kesempatan untuk menyambi di lembaga pendidikan lainnya tertutup rapat. Kalaupun ada kesempatan, dilakukannya sore hari. Sementara di rumah tidak lagi hanya aku dan istriku, tetapi ada si kecil. Alhasil, perlu dipikirkan cara mencari cuan. Aku yang sudah terlatih untuk bekerja dan menghasilkan akhirnya melihat perumahan tempat rumahku menjadi peluang. Berbekal selembar spanduk kain bertuliskan 'RUMAH BELAJAR'  yang kami pesan di Jalan Suci, kami membuka les privat di rumah. Animo keluarga-keluarga sekitar tidak diduga. Dengan sistem kelompok aku dan istriku masing-masing memiliki kelompok siswa untuk diajar. Dua shift setiap harinya, pk. 14.30 - 16.00 dan pk. 16.30 - 18.00. Lelah? Jangan dikira karena setiap paginya kami mengajar. Namun itulah kerja keras. Aku sendiri sewaktu kuliah memutuskan untuk cuti kuliah 1 tahun untuk melakukan pekerjaan yang tidak biasa - menjadi pengasuh anak. Lelahkah? Sudah pasti. Hanya kelelahan itu terbayarkan dengan pengalaman, wawasan, keterampilan baru, kepuasaan diri, penghargaan dan tentu saja cuan. Dengan kami membuka les keseimbangan keuangan terpenuhi, setidaknya untuk mencukupi kebutuhan. Setelah sekian tahun membuka les privat di rumah, kami memutuskan untuk menutupnya dikarenakan  anak-anak yang kami ajar menginjak bangku SMP. Sementara, hampir tidak ada lagi anak-anak baru yang bergabung les di kami. Di saat kami memutuskan menutup usaha les privat, Tuhan sudah menyiapkan tantangan baru buatku, yakni menjadi pimpinan lembaga pendidikan tempat aku bekerja. Bukan pekerjaan mudah. Tetap diperlukan kerja keras.  Itulah rumah tempat kami tinggal dengan beragam kenangan dan sejarah yang menjadi bagian hidup kami.

         Bagaimana dengan Uli dan Ono? Siapakah mereka. Mereka itu ya... kami, pasangan suami istri yang dipertemukan pada saat kuliah di kampus yang sama.  Rumah Uli Ono yang disingkat menjadi RUNO, kami sepakati menjadi nama usaha yang kami bangun, yakni siomay: SIOMAY RUNO. Mengapa siomay? Tentunya terlalu panjang kalau diceritakan pada kesempatan ini.** (Bandung, 5 Juni 2022)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun