"Apakah selama ini Niki kurang menyenangkan Ibu sehingga Ibu tidak mengijinkan Niki?"
     "Bukan begitu, Nak," potong Bu Mara
     "Hanya karena Ibu kuatir apa yang menimpa ayah terjadi pada Niki?" Niki menyahut perkataan ibunya, "Program ini hanya tiga bulan dan pasti Niki akan kembali, Bu."
     "Kamu tidak mengerti yang Ibu maksud."
     "Ibu juga tidak mengerti keinginan Niki," sergah Niki, "Niki rindu Bu, rindu bapak. Dan sekarang ada kesempatan untuk menginjakkan kaki di sana." Suara Niki bergetar. Namun Bu Mara bergeming. Matanya menyerupai telaga.  Tak diraihnya pulpen yang diletakkan Niki disamping kertas. Ia memilih beranjak dengan air mata meleleh di pipinya, pergi meninggalkan Niki
***
     "Bu... Bu.. Ibu..." Bu Mara mendengar panggilan anaknya. Bergegas ia keluar dari rumah tetangganya. Matanya menangkap sosok Niki yang sedang mencari-cari dia.
     "Ada apa, Niki. Gak usah teriak-teriak. Ibu di sini. Ganggu tetangga. Sana masuk rumah," jawabnya seraya mendekat.
     "Bu, ini, ada kabar gembira." Suara Niki bergetar tidak peduli suruhan ibunya. Tangannya menyorongkan telepon genggam yang dipegangnya.
     "Kabar apa?" tanya Bu Mara.
     "Kabar dari Kedutaan Jepang," jawab Niki
     "Jepang?" tanya ibu Niki