[caption caption="Fahmi Idris, Rini Soemarno, Dkk Panama Papers,indocropcircles.wordpress.com"][/caption]
Saya agak terkejut bathin dengan pernyataan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yang menyatakan bahwa "dirinya akan mendorong RUU Tax Amnesty menjadi undang-undang dan akan melakukan langkah penegakan hukum bagi WNI yang menanamkan uangnya di luar negeri seperti kasus panama papers”. Karena pernyataan beliau yang demikian, saya malah bertanya didalam hati saya :“apakah mungkin penegakan hukum dapat berjalan, sementara nantinya akan diberlakukan sebuah kebijakan yang bernama kebijakan tax amnesty? Jadi penegakan hukum yang bagaimana itu nantinya?” [Baca: Tax Amnesty Jadi Cara Ampuh Tarik Uang Orang RI di Luar Negeri dan Menkeu temukan kecocokan 79 persen Panama Papers]
Semakin saya bertanya seperti itu didalam hati saya, maka semakin terjadi konflik bathin, dan saya malah tertawa sendiri jadinya, dikarenakan berdasarkan Rancangan Undang –Undang Pengampunan Nasional tahun 2015 Pasal 1 Ayat 1, bahwa definisi Tax Amnesty ialah sebagai berikut: “Diberlakukannya penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, penghapusan sanksi pidana dibidang perpajakan, serta sanksi pidana tertentu dengan membayar uang tebusan, sebagaimana yang ditetapkan didalam Undang-Undang ini”. [Baca: RUU Pengampunan Nasional]
Oleh karena itu, inti dari cerita konflik bathin saya yang berhubungan dengan pernyataan Menkeu diatas merupakan konflik bathin yang berdasarkan atas pernyataan yang tidak linear alias absurd dari seorang Menteri Keuangan yang bernama Bambang Brodjonegoro, dikarenakan didalam pemikiran saya, jika dikaitkan pernyataan beliau mengenai Penegakan hukum terhadap RUU Tax Amnesty, maka Pemerintah bisa dipastikan tidak akan melakukan aksi penegakan hukum terhadap para pengemplang pajak yang menanamkan uangnya di luar negeri, meski si pengemplang pajak tersebut selama ini telah bekerja/berusaha di Indonesia.
Kenapa demikian? Itu karena: [a] sesuai RUU Pengampunan Nasional Tahun 2015 Pasal 1 Ayat 1, pemerintah menghapus segala bentuk sanksi baik itu sanksi administrasi perpajakan, sanksi pidana dibidang perpajakan, serta sanksi pidana tertentu dengan membayar uang tebusan, dan [b] Pemerintah hanya memikirkan benefit berupa :
[1] denda dan bahkan penyitaan asset bagi para pengemplang pajak yang tidak berkenan mendaftarkan asset kekayaannya di Indonesia, [2] mengungkap harta yang belum dikenai pajak, [3] Investasi dari Ex- Pengemplang Pajak Indonesia, jika mengalir deras di Indonesia akan berdampak pada penguatan mata uang rupiah , [4] aksi kepatuhan dari para pengemplang pajak tersebut untuk membayar pajak, [5] Penerimaan pajak akan meningkat, jika Ex- Pengemplang Pajak patuh membayar pajak, dan [6] berkurangnya utang negara jika si pengemplang pajak itu bersedia berinvestasi didalam negeri dan menjadi wajib pajak yang patuh.
Dan apabila Menkeu bekerjasama dengan KPK maupun Polisi nantinya dalam rangka mengungkapkan harta yang belum dikenai pajak dari WNI yang menanamkan uangnya di luar negeri, maka itu hanya merupakan langkah mencari informasi semata atas harta WNI diluar negeri agar dapat dipertanggungjawabkan.
Selanjutnya, apabila Menkeu bekerjasama dengan KPK maupun Polisi nantinya dalam rangka meningkatkan kepatuhan membayar pajak dari WNI yang pernah menyimpan dananya diluar negeri untuk menghindari pajak, seperti kasus Panama Papers, maka itu hanya merupakan bentuk kerjasama dalam bidang pengawasan antar lembaga atas perilaku si WNI yang selama ini dikenal takut rugi dan tidak patuh untuk membayar pajak sehingga menyimpan uangnya di luar negeri.