Mohon tunggu...
Simon E Sirait
Simon E Sirait Mohon Tunggu... Kuli Tinta -

TERUSLAH MENULIS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Stop Kekerasan, Selamatkan Anak-Anak

21 Agustus 2014   16:57 Diperbarui: 16 September 2015   13:05 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta, 21/08/14. Haruskah kita kehilangan kebersamaan dengan si buah hati ? Tentu saja tidak. Apa yang dapat dilakukan agar masa depan anak-anak yang kita cintai tidak terenggut oleh perilaku buruk dari sang predator Emon atau seperti yang pernah terjadi di salah satu lembaga pendidikan ternama di Jakarta ? Tindak kekerasan dan pelecehan kian kerap terjadi dan menjadi perbincangan publik. Sebenarnya, hal serupa sudah pernah ada dan menjadi isu sosial pada peradaban manusia dekade sebelumnya. Menurut terjemahan buku Child Sexual Abuse, Medline Plus U.S National Library of Medicine, 2008 menguraikan kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak-anak diakui sangat merusak dan merupakan salah satu bentuk kejahatan digolongkan beringas dan dijadikan sebagai isu hangat sejak tahun 1970, meski pada tahun sebelumnya kasus serupa pernah terpublikasikan pada tahun 1910. Ditambahkan pula, bahwa isu sosial dalam bentuk kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak terbagi atas :  •  Pelanggaran tertentu (bervariasi sesuai dengan yurisdiksi) ; perselingkuhan, perawatan anak, pornografi anak, pelacuran anak, inses (hubungan sedarah), pedofilia, statutory rape (pemerkosaan oleh suami) dan sexting. •  Pelecehan seksual terhadap anak ; perbudakan seksual, pelecehan seksual, zoofilia, sodomi dan homoseksualitas.

Semula, di luar Negara Indonesia pelecehan seksual terhadap anak agak dirahasiakan, karena menurut masyarakat ini merupakan hal yang sangat buruk. Baru pada tahun 1986, Kongres Amerika Serikat meloloskan dan mensahkan UU Hak Korban Pelecehan Seksual Anak yang memberikan kesempatan untuk melakukan gugatan perdata. Pada tahun 1990 tuntutan pada kasus ini semakin banyak dan para pelakunya semakin terdeteksi dengan baik. Pada awal tahun 2000, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan kebijakan dan laporan dunia tentang kekerasan dan kesehatan dengan menyatakan  ‘aksi di sekolah-sekolah penting untuk mengurangi bentuk-bentuk seksual dan kekerasan lainnya’. Rupanya, beberapa Negara di dunia beranggapan hubungan seksual antara guru dan murid bukanlah sebuah pelanggaran disiplin serius, dan kebijakan tentang pelecehan seksual di sekolah-sekolah juga tidak ada atau tidak dilaksanakan, cenderung bukanlah suatu kejahatan.

Sekilas tentang Pedofilia. Pedofilia adalah perasaan senang/suka (tertarik) secara terus menerus dari orang dewasa/remaja terhadap anak-anak (dibawah usia 12 tahun), terlepas apakah ketertarikan tersebut ditindaklanjuti apa tidak, seseorang yang memiliki perasaan demikian disebut pedofilia. Pada proses penegakan hukum, istilah pedofilia dipakai untuk menuduh/menghukum seseorang karena melakukan tindak pelecehan seksual terhadap anak (termasuk anak dan remaja pra puber). Seorang pedofilia memang pantas untuk dijatuhi hukuman berat mengingat efek yang ditimbulkan sangatlah kuat dan memprihatinkan, baik bagi si korban maupun keluarganya.

E f e k. Secara psikologi, akibat yang timbul adalah kerugian jangka pendek dan jangka panjang seperti adanya gangguan pada emosional, depresi, stres, gelisah, gangguan makan, rendah diri, somatisasi, sakit saraf. Dan yang lebih memprihatinkan lagi terjadinya perubahan perilaku ; dari masalah sekolah/ belajar, menyakiti diri sendiri dan kekejaman terhadap hewan, penyalagunaan obat terlarang, melakukan kriminalitas ketika dewasa sampai dengan bunuh diri oleh karena kedukaan dan rasa malu yang berkepanjangan. Secara fisik, tergantung pada umur, ukuran dan tingkat kekuatan yang digunakan, dapat menyebabkan luka dan kerusakan organ internal, pendarahan hingga kematian. Berdasarkan data dari KPAI (sebagai gambaran) ditemukan besaran aduan sebanyak 171 berkas hingga tahun 2010. Sementara itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) telah mencatat 1.160 perkara, dan para pelaku biasanya adalah guru sekolah, guru privat termasuk guru ngaji dan sopir pribadi.

Geram dan peduli pada situasi seperti ini, akhirnya Komisi Nasional Perlindungan Anak mensosialisakan anti kekerasan dengan meluncurkan ‘Gerakan Melawan Kekejaman Terhadap Anak’ mengingat semakin meningkatnya kekerasan terhadap anak pada setiap tahunnya. Menindaklanjuti dan berkaitan erat dengan kondisi situasi demikian yang semakin tidak kondusif terhadap hak dan kebebasan anak-anak Indonesia,pernah di suatu pagi dengan dipimpin oleh Ny. Agum Gumelar dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia turun ke jalan menggelar unjuk rasa dan aksi damai. Kegiatan dimaksudkan sebagai sosialisasi perlindungan dan anti kekerasan dalam rangka memperingati Hari Anak Indonesia Tahun 2014. Dengan melakukan Long March berjalan kaki sambil meneriakkan yel dan membentangkan berbagai poster/spanduk yang bertuliskan harapan kembalinya rasa aman dan nyaman di semua koridor kehidupan khususnya dalam dunia anak-anak Indonesia.

Kegiatan tersebut juga dimaksudkan sebagai bentuk kepedulian akan masa depan generasi penerus bangsa dan salah satu wujud peran serta untuk membasmi segala tindak kekerasan dengan mengusung tema ‘Ciptakan Lingkungan yang Kondusif Untuk Peningkatan Perlindungan dan Tumbuh Kembang Anak’. Banyak unsur dan komponen masyarakat yang terlibat di dalamnya, salah satunya adalah organisasi Dharma Pertiwi, sebuah organisasi perempuan yang pembinaannya berada dalam tubuh dan pengawasan TNI Angkatan Darat. Ny. Rosita Mulyono, selaku pengurus Dharma Pertiwi sekaligus sebagai Ketua Persit KCK PD Jaya beserta beberapa orang pengurus Persit PD Jaya lainnya juga turut berbaur dalam keramaian tersebut, bertujuan guna mempersempit ruang gerak para pelaku tindak kekerasan, memberikan dukungan dan jaminan terhindarnya anak-anak Indonesia dari ketakutan, menurunkan tingkat kekhawatiran para orangtua sekaligus menyuarakan adanya perubahan dan perbaikan dengan item seperti tertera pada spanduk dibawah di bawah ini. Sejalan dengan Konvensi Hak-Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Hukum Nasional yang telah ditetapkan, kerumunan yang di dominasi oleh ‘para ibu’ ini menyatakan dukungan dan mendorong upaya pemerintah dalam memberantas seluruh bentuk tindak kekerasan terhadap anak, eksploitasi dan perdagangan anak serta menjatuhkan hukuman berat kepada para pelakunya.

Yuukk..., selamatkan generasi penerus bangsa dari tindak kekerasan. (SeSJaya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun