Mohon tunggu...
Simon Ono Sutono
Simon Ono Sutono Mohon Tunggu... Guru -

Guru Bahasa Inggris di Bandung yang senang menemukan keindahan dalam membaca dan menulis juga antusias mempelajari hal-hal baru seperti mengolah bahan makanan untuk keluarga dan kegiatan cinta lingkungan seperti pengelolaan takakura, biopori, sampah organik dan berkebun.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bangku Kosong, Silent Majority?

25 Maret 2019   20:50 Diperbarui: 25 Maret 2019   21:20 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tumpah ruah tulisan tentang persaingan merebut dukungan memeriahkan pesta demokrasi pilpres 2019. Masing-masing penulis yang baik secara terang-terangan maupun implisit menunjukkan keberpihakannya memberikan berbagai argumen dalam rangka mempromosikan jagoannya. "Dia, lho, yang terbaik. Pilihlah Dia."

Apa yang menjadi alasannya pun dipaparkanlah baik secara sistematis dengan polesan data-data, ataupun dirumuskan secara acak. Di salah satu posting hari ini penulis membaca  tulisan yang menegaskan ketidakberpihakan penulis posting  pada salah satu paslon. Berbagai dalih dimunculkan untuk mendukung posisi netralnya.

Namun, semakin penulis menyusuri kata-kata, semakin penulis tengarai bahwa tulisan tersebut diumpamakan mengadaptasi kecerdikan ular. Apa yang diungkapkan di awal tulisan ternyata berbeda seratus delapan puluh derajat dengan akhir tulisan.

Gaya penulisan yang tidak frontal namun halus berupaya menggiring persepsi pembaca sehingga kekurangcermatan dan kekurangkritisan berpotensi memerangkap pembaca dalam sudut pandang yang berbeda. Begitu halusnya model tulisan ini, pembaca-pembaca yang kurang kritis dalam menangkap makna tulisan akan tergiring dan bisa jadi memiliki opini berbeda dari sebelumnya.

Model tulisan seperti inilah yang meniru kecerdikan ular  yang menjerumuskan manusia pertama ke dosa awal. Hawa yang jelas-jelas diperintahkan untuk tidak coba-coba mencicip buah terlarang, terperangkap kecerdikan ular yang tiada lain adalah iblis yang sedang mencari massa pengikut. 

Maraknya tulisan-tulisan seperti tersebut di atas perlu diwaspadai paling tidak oleh pribadi kita agar tidak dengan mudahnya kitapun terhanyut dalam perangkap yang dibangun penulis. Kewaspadaan ini tentu tidak dikuasai dalam satu malam namun hasil proses panjang latihan mengolah informasi yang didasarkan atas kejernihan pikir dan kompetensi critical thinking.

Kompetensi inilah yang sedang dikembangkan dalam pendekatan pembelajaran Kurikulum 2013, yakni selain mencari informasi tetapi juga mengolahnya dan mereproduksi informasi menjadi informasi yang bisa dipertanggunngjawabkan. Dalam proses mengolah dan mereproduksi informasi inilah, kompetensi berpikir kritis mendapatkan latihan. 

Kata bercetak tebal 'sedang dikembangkan' tentu menjadi permenungan tersendiri. Kalau kompetensi ini baru sedang dikembangkan di tahun-tahun terakhir, apakah lantas generasi yang tidak mengenyam Kurikulum 2013 kurang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan critical thinking? Jangan-jangan karena sebab itu pula generasi itu adalah generasi yang tergagap dengan simpang siur informasi pilpres dan alih-alih menjadi 'tuan' atas informasi, mereka menjadi 'budak' informasi.

Dan ini tergambarkan dalam fenomena membuncahnya perang kata di berbagai media sosial ditengarai juga karena keterbatasan mengolah informasi  dan pada akhirnya berdampak terhadap keterbatasan untuk mereproduksi informasi.Alhasil, informasi yang diproduksi bukannya informasi yang bernas dan dapat dipertanggunjawabkan, sebaliknya informasi dengan distorsi  menyesatkan dengan asal usul "kayanya" tanpa konfirmasi kebenaran informasi tersebut.  

Salah satu contoh fenomena yang juga berpotensi mengaburkan realitas adalah perang tagar, trending topik  dan perang survey. Memuncaki trending topik ataupun hasil-hasil survey lantas diklaim sebagai kemenangan paslon. Padahal seberapa banyak prosentasi mayoritas massa yang terlibat aktif dalam perang tagar dan survey tersebut. 

Sekalipun klaim survey didasarkan atas pendekatan ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan, tetap saja selalu ada peluang kemustahilan yang membalikkan keadaan. Maka apapun hasil trending topik dan survey terkait paslon, mari kita dudukkan informasi -informasi ini dengan jernih hati nurani dan akal budi untuk menyikapinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun