Sejauh ini aku belum begitu memahami arti demokrasi yang sebenarnya. Namun melihat fenomena demokrasi di bumi Cenderawasih, aku ingin mengatakan bahwa demokrasi itu ibarat "boneka" yang bisa dimainkan sesuka hati demi kebahagiaan.
Mungkin terlihat kontradiktif, tapi pertanyaannya adalah, tidakkah mereka menyadarinya? Sedangkan boneka-boneka demokrasi yang mereka mainkan adalah harga diri mereka sendiri.
Faktanya, semakin aku mendengar tentang apa yang disebut "demokrasi", semakin aku tahu bahwa demokrasi adalah sebuah sistem yang "linglung". Banyak orang yang berdemonstrasi, menggunakan gimmick, dan intrik politik untuk memperebutkan kekuasaan, sampai-sampai mereka juga buta dan lupa apa itu demokrasi, hingga isi otaknya hanya dipenuhi dengan uang.
Apapun sistem demokrasi yang kita pilih dan apapun bentuk yang kita terapkan, yang kaya akan terus bertambah kaya, yang miskin akan tetap miskin, dan yang tidak berpendidikan akan tetap tidak terdidik, kecuali mereka berusaha berjuang sendiri tanpa campur tangan orang lain. Semua karena praktik demokrasi yang cacat dan tidak mendidik. Fenomena politik uang merupakan ancaman terhadap integritas dan merusak demokrasi.
Yang menarik dari realitas ini, kita akan dibawa ke ranah pemikiran yang penuh gimmick dan intrik politik. Bukan hanya karena kesesatan berpikir (logical fallacy) tetapi juga kekeliruan dalam berperilaku (behavioral fallacy).Â
Rata-rata orang Papua menganggap politik uang adalah kepentingan utama bagi faksi-faksi yang mempunyai pengaruh besar terhadap keberlangsungan demokrasi. Tetapi juga demokrasi Indonesia dinilai sebagai permen politik untuk meracuni dan mempengaruhi kedaulatan rakyat Papua.
Keyakinan bahwa ada terlalu banyak uang dalam politik tersebar luas. Referensi mengenai pengaruh uang dan kekhawatiran terhadap korupsi adalah beberapa kritik yang paling sering dikutip dari sistem politik, dan banyak politisi Papua melihat keuntungan moneter sebagai alasan mengapa sebagian besar pejabat terpilih mencari jabatan untuk memulai akselerasinya.
Orang Papua mengekspresikan pandangan yang sangat negatif terhadap pejabat terpilih, dan terdapat pesimisme yang semakin besar terhadap perwakilan rakyat Papua di pemerintahan. Pengaruh keberpihakan politik dan ketidakadilan menjadi tema besar yang terus diperbincangkan hingga saat ini.Â
Orang mengutip isu-isu dengan tema ini, yang menunjukkan ketidakmampuan pejabat pemerintah untuk menyelesaikan konflik akibat politik identitas dan polarisasi ekstrim atau loyalitas pada faksi tertentu.
Tak heran jika orang berbondong-bondong dan berlomba-berlomba untuk maju di pesta demokrasi demi mewujudkan ambisi dan kekuasaan besarnya. Sayangnya, politik uang berjalan mulus dan harga demokrasi digelintirkan dalam tanah.