Musim kemarau adalah hari yang paling ditunggu. Memulai kehidupan di sini agak drastis, musim akan berubah secara bertalian.Â
Terlihat para pria memegang seikat anak panah (Yin, Pee'i, Puss, Mall) yang bersandar di atas bahu, kapak juga tergantung, parang yang tidak pernah absen di tangan sebagai pemotong embun berumput di tengah perjalanan.
Disusul kemudian oleh ibu-ibu dan gadis-gadis elok, dengan bahu standar Noken (Akh) menjulang dari kepala ke belakang.Â
Sebuah perjalanan yang sangat menyenangkan ketika gerombolan Babi (Pham)Â yang mengikuti majikannya, seekor Anjing (Kam) menjadi pengawal setia di setiap petualangan.
Rasanya ogah-ogahan, saat suasana permukiman masyarakat sepi disertai kemarau berkepanjangan. Matahari akan sangat panas, kering dari waktu ke waktu, tidak ada lagi tetesan air hujan dari langit biru. Semua pintu rumah telah ditutup, daun hijau diselipkan ke celah pintu, itu adalah rumah Pelaboyo berlibur.
Tidak bisa dipungkiri, bahwa ini adalah tradisi liburan yang turun-temurun dari leluhur. Jauh sebelum itu, masyarakat Meck sudah mengenal masa liburan sebagai bentuk rekreasi atau piknik dan sebagainya.Â
Seperti diketahui, Parasakh memang menjadi destinasi wisata yang istimewa. Kendati pun demikian, bagi suku bersejarah yang tinggal di pegunungan Folmimpi.
Kehidupan mulai berpusat di Parasakh, terdapat dusun-dusun kecil yang tertutup jerami di tengah hutan pendingin tropis terbaik di dunia. Terdengar puluhan bahana hewan yang beragam, terlihat ratusan flora endemik yang tumbuh menghiasi dan mengelilingi dusun.
Langit yang cerah, pegunungan sangat terlihat karena pancaran sinar matahari. Drama alam dan keindahannya semakin menambah mood yang terpikat untuk berada di tempat ini berbulan-bulan.Â