Mohon tunggu...
Seno Rocky Pusop
Seno Rocky Pusop Mohon Tunggu... Penulis - @rockyjr.official17

सेनो आर पूसॉप जूनियर

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Identitas dan Polarisasi Ekstrem Kian Subur di Papua

27 Juli 2022   00:24 Diperbarui: 22 Juli 2024   22:01 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dinamki dan kontestasi politik di Papua sangat ekstrem, mengapa demikian? Sebuah kausal yang harus dilambekan secara fundamental, bukan semata-mata karena kepentingan, tetapi proses demokrasi yang tidak fair dan pro-edukatif terhadap masyarakat.

Bukan sebagai peronda lokal untuk berspekulasi seperti itu, memang hal ini ternyata dalam keberlangsungan politik praktis di Papua, kita bisa menyaksikan itu dengan kasatmata.

Sebuah hajatan yang sebenarnya cukup memukau, meskipun diperhadapkan pada situasi tertentu, namun sangat menyudutkan, dalam artian bahwasannya sesuatu yang bersifat dinamis independen, relatif berlebihan terhadap perspektif politik yang radikal.

Landasan pacu politik yang sangat sarat bertepas dan melekat dengan paradigma yang lebih radikal. Membuat pesta demokrasi disuguhkan dengan secangkir kopi tanpa gula. Memang pahit rasanya jika diteguk lagi, sikon ini memicu potensi polaritas yang sulit teratasi.

Bukan hal baru untuk diperbincangkan, dalam beberapa tenggang demokrasi di Papua, nampaknya politik identitas dan polarisasi yang ekstrem masih familier dan kadar tersebut tidak terluput dari setiap kontestasi yang berlangsung. 

Cekaman ini menjadi tamparan dan pukulan berat yang menghantam dinamika kehidupan sosial dan budaya masyarakat di Papua. Biang dari praktik kongkalikong yang merusak moralitas bangsa dalam proses demokrasi di mata masyarakat internasional.

Sebagai bangsa yang berdemokrasi, bukanlah sesuatu yang cukup "absolut". Pada sisi lain dari demokrasi, setidaknya ada kedewasaan dalam manifestasi politik bangsa yang harus berdaulat di atas harkat dan martabat warga negara.

Masyarakat mesti diberikan edukasi bahwa politik itu bukan hanya sekedar retorika janji dan pilihan. Orasi yang muluk-muluk itu tidak ada faedahnya. Sejatinya politik itu hadir untuk memberikan masyarakatnya eksposisi bagaimana mereka bisa makan, minum, berpendidikan dan hidup sehat, selayaknya bangsa lain di dunia yang lebih maju dan sehat berpolitik.

Selama ini, yang terjadi di hampir seluruh Papua berbanding terbalik dari realitas politik yang sebenarnya. Sangat miris sekali, berbagai pencaplokan dan implementasi sistem pendidikan politik yang tidak menyentuh kelangsungan hidup rakyat Papua seutuhnya.

Akibatnya, pemahaman masyarakat kian berbeda jauh dengan realitas yang sesungguhnya dari pengejawantahan politik. Mereka sudah memiliki kemampuan mempersepsi yang masuk dalam kategori "Negative Thinking". Kelak kita bisa menilai kontestasi politik akan seperti apa, kapan dan dimana.

Untuk memberikan bobot pada pernyataan ini, saya kutip dari seorang negarawan sejati dan orang yang paling jujur di mata bapak pendiri bangsa Bung Karno, beliau tidak asing lagi, sering disapa Om Jho, menuturkan demikian bahwa "Politik bukanlah alat kekuasaan, tetapi etika untuk melayani".

Persoalannya, para pemangku kebijakan lebih mengutamakan hasrat identitas, tanpa memikirkan dampak terhadap kesejahteraan masyarakat secara umum. Kejanggalan ini sangat luar biasa dan langka di tanah Papua. Kononnya "langka", karena hal yang sama tidak lagi dijumpai di berbagai daerah lain yang masih menerapkan keadilan dan kearifan dalam perhelatan politik.

Konotasi ini, rupanya berambigu karena motif politik yang diperagakan para elit lokal tidak selaras dalam mengutamakan kepentingan bersama, tampaknya sudah lumrah dan tidak bisa dibendung lagi.

Politik lokal yang berkarakter kedaerahan sesungguhnya masih sangat jauh dari harapan. Bukan hanya itu, kita bisa telaah dinamika politik nasional yang hampir tumbang tindih. Hal ini berarti pula bahwa kita harus berbenah dalam memajukan moralitas politik bangsa ke depan.

Kenyataan ini mengindikasikan bahwa progres bangsa dalam perjuangan politik generasi sekarang lebih mengutamakan identitas dan polaritas. Tanpa pamrih dan membedakan "sesuatu yang harus terjadi dan sesuatu yang harus berhasil".

Seiring dengan politik identitas yang masih ramai, berkekuatan sangat besar mengundang polarisasi ekstrem. Namun, masih ada kesempatan untuk membenahi persoalan politik di tanah Papua, termasuk mencegah perpecahan akibat gerakan politik yang kian redup-redam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun