Mohon tunggu...
Seno Rocky Pusop
Seno Rocky Pusop Mohon Tunggu... Penulis - @rockyjr.official17

सेनो आर पूसॉप जूनियर

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konflik Papua: Awas Elit Politik Papua dan Jakarta Mengadu Domba Rakyat Papua!

18 Maret 2022   09:50 Diperbarui: 12 Juni 2022   21:04 1301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sikap, perilaku, dan kontradiksi (situasi) konflik Papua dalam perspektif masyarakat Papua pasca resolusi Otsus Papua 20 tahun pertama.

1) Sikap Konflik Masyarakat Papua

Sikap konflik masyarakat Papua terkait resolusi undang-undang Otsus Papua yang diubah tahun 2021, dipandang oleh beberapa pihak dalam masyarakat Papua sebagai suatu kebijakan yang sentralistik, top down, dan lahir karena paksaan dan kendali penuh Pemerintah Pusat, karena dinilai tidak objektif dalam melibatkan masyarakat Papua secara demokratis untuk memberikan penilaian dan persetujuan guna pemantapan penyusunan undang-undang perubahan Otsus Papua sesuai kebutuhan utama masyarakat Papua sendiri.

Padahal, jika dilihat melalui hasil evaluasi implementasi Otsus Papua selama 20 tahun pertama, tentu banyak persoalan yang belum terselesaikan secara baik. Terutama terkait implementasi undang-undang Otsus Papua, misalnya, pertama, kewenangan penuh yang diamanatkan oleh undang-undang Otsus Papua tidak diperkenankan secara luas oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Papua untuk menyelenggarakan kebijakan implementasi Otsus Papua  secara baik sesuai prakarsa sendiri.

Kedua, tidak adanya keseriusan dari pemerintah Pusat untuk mendukung penuh tata kelola dan penyelenggaraan lembaga Otsus Papua seperti MRP, DPR Otsus dan Pemerintahan Otsus Papua secara baik. Ketiga, kebijakan investasi SDA di Papua masih berada dalam kendali penuh Pemerintah Pusat, sehingga kebijakan investasi yang diarahkan ke Papua pun terlihat sebagai instrumen kepentingan ekonomi pemerintah pusat semata, serta sumber kerusakan ekologi dan eksploitasi ekonomi yang mendatangkan kerugian besar bagi  masyarakat adat Papua.

Keempat, kebijakan undang-undang dan pembangunan di Papua bersifat kompleks antara undang-undang pusat dan daerah sehingga implementasi undang-undang Otsus Papua menemui titik buntu (krisis keleluasaan). Kelima, Otsus Papua penuh dengan uang (anggaran) yang banyak tetapi tidak pernah disinkronkan dengan produk aturan, undang-undang, atau kebijakan dan program pembangunan yang terarah dan relevan (berbobot). Akibat dari hal itu menciptakan rendahnya tingkat kesehatan, pendidikan, kesejahteraan ekonomi, dan hak politik masyarakat Papua yang seyogianya menjadi tujuan utama implementasi Otsus Papua itu sendiri.

Keenam, tidak adanya keseriusan pemerintah Pusat untuk selesaikan persoalan pelanggaran HAM berat di Papua secara baik dan bermartabat. Pemerintah Pusat terkesan masih memelihara konflik di Papua secara berkepanjangan. Ketujuh, tidak adanya upaya yang konsisten dari Pemerintah Pusat dalam hal penegakan tindak pidana kasus korupsi di Papua secara tegas, baik dan tuntas. Kedelapan, kebijakan keamanan melalui pendropan angkatan militer bersenjata (TNI/POLRI) ke Papua dalam rangka operasi militer di Papua masih terus di kerahkan sepanjang tahun dan tidak pernah dihentikan. Sehingga hal ini mengakibatkan kasus pelanggaran HAM semakin meningkat tajam sepanjang tahun di Papua.

Kesembilan, tertutupnya ruang demokrasi dan hak asasi penyampaian pendapat di muka umum. Masyarakat Papua selalu di paksa diam dengan sistem hukum dan pengawalan militer yang ketat, sehingga hak-hak dasar dan berbagai ketidakadilan yang di hadapi masyarakat Papua tidak bisa tersampaikan kepada publik secara demokratis. Kesepuluh,  tindakan rasisme dan pelecehan etnis Papua antara masyarakat kulit putih terhadap masyarakat Papua kian menjadi kebiasaan yang lazim di Indonesia dan memicu akar konflik baru di Papua.

2) Perilaku dan Kontradiksi (situasi) konflik Masyarakat Papua

Melalui sikap konflik masyarakat Papua yang sebagaimana diutarakan di atas maka, dapat dilihat berbagai perilaku dan kontradiksi (situasi) konflik masyarakat Papua yang muncul diantaranya seperti, pertama, semakin marak munculnya berbagai gerakan demonstrasi dan aksi protes antara pihak pro dan kontra yang dilakukan oleh mahasiswa, para aktivis, dan masyarakat Papua di seluruh Indonesia dan dunia internasional dalam berbagai aksi untuk menolak berbagai kebijakan Pemerintah Pusat seperti Pemekaran DOB Provinsi, Investasi Ekonomi (Kelapa Sawit, Energi dan Mineral), Perubahan undang-undang Otsus Papua, tuntutan penyelesaian persoalan pelanggaran HAM di Papua, hingga tuntutan referendum dan kemerdekaan Papua.

Misalnya aksi dan aspirasi Penolakan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di Tanah Papua ke DPR Papua, yang disampaikan lewat  aksi Koalisi Mahasiswa dan Rakyat Papua pada  Selasa,(8/03/2022), DPR Papua langsung mengambil langkah dengan meneruskan Aspirasi Penolakan DOB Papua kepada DPD RI melalui Ketua Komite II DPD RI, Yoris Raweyai yang tengah melakukan Kunjungan Kerja ke DPR Papua, Rabu,(9/03/2022).(dikutip:https://dpr-papua.go.id/dpr-papua-teruskan-aspirasi-penolakan-pembentukakan-dob-papua-kepada-dpd-ri/)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun