//www.youtube.com/watch?v=VU1YxyHsUjg
Sedih membaca reaksi beberapa orang yg mengaku beragama Islam ttg sebuah film yg berjudul "kau adalah aku yg lain". Mereka mengaku umat islam tersakiti karena film itu. Waduh kok ya mudah sekali umat Islam saat ini merasa terluka dan tersakiti,padahal sahabat sahabat Nabi itu malah mati syahid. Para pemeluk Islam di awal jaman malah lebih tragis krn mereka disiksa agar mau mengikuti ajaran ajaran nenek moyang. Bahkan ada yg mati saat mempertahankan iman mereka. Saat saat awal itu banyak sekali cacian,celaan dan hinaan pada umat muslim. Hebatnya mereka tidak merasa tersakiti apalagi terluka hatinya,mereka bertambah imannya karena hal hal tersebut.
Buat mereka semua itu adalah ujian bagi iman mereka, apakah iman mereka itu kuat atau tidak. Aneh rasanya setelah banyak contoh yg diberikan oleh umat muslim terdahulu kok kita saat ini di Indonesia merasa tersakiti hanya karena sebuah film yg tidak sampai 15 menit saja. Andai kita mengalami apa yg dialami para pendahulu kita mungkin kita tidak mampu bersikap seperti mereka itu. Ada pepatah dalam budaya jawa " Ojo gumunan,ojo getunan,ojo kagetan dan ojo aleman". Kita sebagai penganut agama Islam yg mempunyai jumlah terbesar di Indonesia tidaklah pantas suka berkeluh kesah apalagi mudah merasa tersakiti atau tersinggung.
Kita baru saja selesai melakukan ibadah selama sebulan penuh. Ada pesan Nabi yg menyuruh kita menghadapi peperangan dgn hawa nafsu setelah bulan ramadhan ini. Mungkin rasa tersakiti itu merupakan bentuk ujian bagi yg merasa karena setelah melihat film itu saya melihat tidak ada hal yg utama atau penting yang ditampilkan. Film itu hanya memotret sebuah fakta di masyarakat bahwa ada perbedaan antara umat Islam tentang berbagai hal. Si dalam film itu juga hanya disajikan pembicaraan antara umat Islam itu sendiri dimana ada perbedaan tafsir ttg suatu hal.Dan juga ada ditampilkan solusi ttg masalah tersebut. Tak ada hal hal prinsip yg dilanggar oleh pembuat film itu.
Saya merasa ada pihak pihak tertentu yg mengklaim bahwa agama Islam itu miliknya sendiri. Padahal Allah sudah mengingatkan bahwa apa yg ada pada manusia itu baik harta,anak dan juga istri merupakan cobaan apakah manusia itu bertaqwa pada Allah. Kita wajib bersyukur diberi nikmat iman sebagai seorang muslim. Untuk itu kita sebaiknya menebar kebaikan bagi semua manusia. Kita tidak boleh terjebak dalam godaan syaiton yg membuat kita terjerumus pada hal hal yg dilarang Allah. kita tahu bahwa menyakiti hati sesama itu merupakan sebuah dosa.
Ada pesan dari Baginda Nabi Muhammad bahwa kita tidak boleh menyakiti tetangga kita dgn apapun karena tidak akan masuk surga orang yg menyakiti tetangganya. Apakah kita lupa bagaimana tauladan Nabi saat Beliau dicaci maki oleh seorang yahudi yang buta di pasar. Sahabat Nabi kita, Abubakar yg mencoba mengikutinya pun hampir tak sanggup melakukan tauladan tersebut. Apakah tauladan itu tidak menjadi pedoman bagi kita bersikap terhadap orang yg beragama selain Islam.
Saya hanya ingin melihat dari sudut pandang lain karena akhir akhir ini berkembang sikap sikap yg kurang tepat dari sebagian umat yg mengaku memeluk agama Islam. Islam adalah milik Allah dan kita sebagai mahluk ciptaannya tidak layak mengaku sebagai pemilik agama Islam. Sebab kita bukan pemilik agama Islam dan hanya karena Nikmat Allah saja kita menjadi muslim maka kita tidak boleh menjadikan agama Islam untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Apalagi menjadikan agama Islam sebagai alat untuk berkuasa atau mendapat harta benda. Dalam pandangan Islam kekuasaan itu amanat dan tidak layak untuk diperebutkan. Sebagai sebuah amanat maka wajib bagi umat muslim menuaikannya bila diberi amanat atas kekuasaan yg dipunyainya. Bila tidak maka mereka merupakan golongan munafik yg mempunyai ciri ciri yg sudah kita tahu bersama.
Mari dalam bulan syawal ini kita mengawal iman kita agar mampu menahan hawa nafsu setelah kita dilatih selama sebulan penuh. Semoga kita mampu membawa kedamaian di negeri kita sehingga ibadah kita menjadi lebih banyak dan bermanfaat bagi kemanusiaan. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H