Senator asal Lampung ini kembali berulah dengan mengatakan kalau Grondkaart bukanlah alas hak ataupun bukti hak atas lahan. Hal ini disampaikan saat di wawancarai via handphone oleh wartawan HarianHaluan.com milik H. Basrizal Koto dengan judul berita "Polemik Lahan Antara Basko dan PT KAI, Langkah DPD Sudah Tepat" yang dirilis pada hari Kamis, 08 Februari 2018.
"Keblingeran" ini terus berlanjut menjadi sebuah upaya memutar balikkan fakta yang ada, kalau ternyata Grondkaart merupakan alas hak yang sah milik PT. KAI (Persero).
Perlu untuk diketahui bersama, Grondkaart sangat kuat untuk dijadikan alat bukti bagi PT. KAI (Persero) sebagai alas hak maupun bukti atas lahan. Diantaranya pertama, Surat Keputusan (SK) Menteri Agraria No. 09 Tahun 1965 menyebutkan bahwa Grondkaart merupakan dasar kepemilikan tanah dan bisa menjadi dasar sertifikasi.
Kedua, mengacu pada surat instruksi Menteri Keuangan tanggal 14 Januari 1995 yang menyatakan Grondkaart adalah bukti kepemilikan tanah Perumka (PT. KAI). Selain itu ada PP No. 8 Tahun 1953 yang menyatakan semua perusahaan eks-Belanda menjadi milik negara.
Adapun Semua aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero) berkapasitas sebagai kekayaan negara yang dipisahkan dan tunduk kepada Undang-Undang Perbendaharaan Negara (ICW), Instruksi Presiden RI Nomor 9 Tahun 1970, Keputusan Presiden RI Nomor 16 Tahun 1994 dan peraturan perundangan lainnya mengenai kekayaan negara. Dan diperkuat dengan Keptusan Presiden Nomor 32 tahun 1979 pasal 8 yang menegaskan bahwa semua tanah BUMN adalah tanah negara.
Tanah yang telah dibuktikan dengan Grondkaart sudah pasti merupakan tanah milik negara/pemerintah sehingga tidak perlu lagi melewati proses konversi dalam PP Nomor 11 tahun 1961, yang menuntut konversi hak barat.
Andi Surya mengaitkan permasalahan Grondkaart dengan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Menurutnya masyarakat yang sudah menempati wilayah grondkaart lebih dari 20 tahun bisa mengajukan sertifikasi kepada BPN, padahal sudah ada regulasi yang mengatur tentang pendaftaran tanah tersebut.
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makasar, Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H., M.H. bagi para penumpang yang tinggal lebih dari 20 tahun, maka belum tentu menjadi pemilik atas tanah tersebut, kecuali kalau dia memperolehnya dengan jalan peralihan hak, seperti jual beli, hibah, atau wasiat.
Jadi bagi pihak-pihak yang menguasai tanah negara maupun orang lain yang hanya bermodalkan jangka waktu 20 tahun tanpa memiliki bukti-bukti yang kuat maka tidak berhak untuk menerbitkan sertipikat.
Andi Surya sebagai wakil rakyat harus cerdas didalam mengeluarkan pendapat di media massa jangan sampai "keblinger", apalagi berusaha melawan keputusan yang sudah inkrah di Mahkamah Agung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H