Mohon tunggu...
Ferrari Narotama
Ferrari Narotama Mohon Tunggu... -

javanese (m/26), tapi udah jadi WNI 100%.\r\nskrg udah tamat2 kuliah, dah gak jobless besar2an lg, mulai nulis2 lg lah...\r\ndoa'in biar cepet kuliah lg y :D

Selanjutnya

Tutup

Politik

SEKARANG PEMERINTAH YANG MENJAJAH

16 Juli 2011   10:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:37 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebentar lagi usia bangsa kita akan mencapai yang ke-66 tahun, dan setelah memperoleh kemerdekaan selama 66 tahun ini, apakah bangsa kita betul sudah merdeka? Sepertinya setelah lolos dari cengkraman singa, sekarang bangsa kita malah jatuh ke mulut buaya…

Rasanya nasib rakyat di Negara ini baik dari Zaman Kolonial sampai sekarang Orde Pemerintahan SBY tidak pernah berubah. Rakyat masih tetap terjajah, terutama di kalangan bawah. Rakyat masih tetap saja menjadi korban para pihak penguasa yang tak pernah kenal kenyang, menghisap darah rakyat dengan rakusnya. Rakyat tetap dibiarkan miskin, bodoh, dan kelaparan yang akhirnya menjadi persoalan biasa yang terjadi di depan mata kita setiap hari di negeri yang sangat kaya ini. Dan para minoritas borjuis negeri ini terus saja tertawa dan berpesta pora di dalam lingkaran kekuasaan dengan congkaknya.

Kekuasaan negara yang tidak lagi terpusat dan otonomi, berikut organ-organ militer, polisi, birokrasi pamong, serta lembaga peradilannya, adalah organ yang dibentuk setelah adanya rencana pembagian kerja yang sistematik dan hierarkis hasil Orde Reformasi. Dan dalam perkembangannya masih tetap dihambat oleh semua bentuk peninggalan feodalisme yang tidak mau lekang. Hak-hak penguasa tanpa batas, keistimewaan penguasa lokal, monopoli pamong praja, serta konstitusi yang picik makin terlihat jelas dan kentara.

Dan bukan atas nama rakyat lagi Negara ini diperjuangkan, tetapi atas nama kepentingan dari sebuah dominasi kelas. Negara ini sudah ditumpang tindihi oleh perselisihan berbagai kepentingan-kepentingan setan-setan politik. Politik adalah berbagai macam cara untuk mencapai tujuan, tak peduli apakah cara itu halal atau haram. Dan berarti Partai Politik tak lebih dari sekedar sarang para penyamun. Terlalu banyak settingan-settingan yang dilakukan para politikus di negeri ini sehingga semuanya menjadi buram dan saling menghantam, sampai munculah Sang Pahlawan Kesiangan. Ya, sebuah konspirasi murahan…

Toh, itulah gambaran pemerintah negeri ini, semuanya sibuk mengurusi Partainya masing-masing. Ada partai yang sibuk berlindung di balik hukum gara-gara kadernya yang terlalu buka-bukaan, dan kader tersebut juga tak lebih dari seorang pengecut yang lari terkencing-kencing entah ke mana. Dan partai yang lain tidak lupa untuk menikam lawannya dari belakang, menerjang mumpung ada kesempatan. Dan sebagian yang lain sibuk mencari kambing hitam atas banyaknya persoalan yang menimpa bangsa ini.

Dan yang paling lucu dan seru di negeri ini adalah Aparat Penegak Hukum. Aparatnya tidak ada yang becus, semuanya memble’ dan mlempem, tidak beda jauh sama badut buncit yang jadi bodoh karena rakus kebanyakan makan tidak kenyang-kenyang. Sampai-sampai mereka tidak ada yang tahu Nunun dan Nazaruddin pergi bulan madu ke mana? Tapi kalau ada isu terorisme, di dalam lubang semut pun mereka bisa tahu. Berarti Nunun dan Nazaruddin lebih jago daripada pelaku-pelaku terror tersebut. Ingat, mereka-mereka yang melakukan korupsi adalah pengkhianat bangsa ini dan mereka pantas dihukum seberat-beratnya.

Lalu apa yang selama ini kita sebut sebagai Koalisi tak lebih dari sebuah paduan suara dengan nyanyiannya yang sumbang. Presiden kita yang gemar memberikan intruksi ke sana kemari sambil memamerkan mimik wajahnya yang aneh dan penuh pencitraan itu, lalu hanya dianggap angin sepoi-sepoi oleh para menteri-menterinya. Padahal ini sudah periode pemerintahan yang kedua, apakah masih kurang banyak lagi waktu yang diberikan bangsa ini. Siapa yang salah, Drijen atau para penyanyinya? Entahlah, semuanya tidak enak didengar, cempreng…

Bila koalisi orang-orang tua semi feodal di Senayan dan di Istana tidak lagi memihak kepada rakyat yang sudah menderita kesusahan selama ratusan tahun di bawah bangsa asing. Bila para pemimpin Negara hanya dapat membawa rakyat Indonesia menuju arah utopia yang sama sekali tak terarah. Berarti Pemerintah tak ubahnya bagaikan dinasti penjajajahan, karena rakyat bangsa ini terus tercekik sampai darah terakhir tanpa diberikan kemerdekaan, keadilan, dan kesejahteraan.

Buat apa menghamba kepada pemerintahan yang menjajah, pemerintah yang tidak dapat memerdekakan bangsa sendiri. Dan buat apa dipimpin oleh para pemimpin yang tidak memiliki hikmah disetiap kebijaksanaannya, pemimpin yang ini cuma bisa menjilat, menghasut, menindas, mengambil hak rakyat, sambil ngomong sembarang di televisi.

Reformasi telah gagal, dan disadari sekarang kita perlu adanya suatu pergerakan lanjutan sebagai aksi pembersihan semua peninggalan feodalisme dan segala permasalahannya ini, sekaligus membersihkan tatanan kehidupan sosial dari rintangan terakhir ke arah supra-struktur tatanan negara modern yang muncul di bawah satu bendera MERAH PUTIH, bukan di bawah bendera Biru, Kuning, Merah, atau Hijau. Suatu Negara Bhinneka Tunggal Ika yang didasari atas kemerdekaan, keadilan, dan persaudaraan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun