"Negeri ini sudah jelek, jadi jangan dijelek-jelekin lagi!!!". Setidaknya kurang lebih begitulah yang saya ingat dari quote tadi malam di acara televisi ILC yang membahas Bang Haji Rhoma Irama yang tersandung kampanye mengandung SARA di Pemilukada DKI Jakarta.
Memang sangat sedih melihat para orang tua kita berceramah tentang politik dan mengkaitkannya dengan agama (walaupun itu hal tidak dapat dilepas) yang membuat negeri ini semakin sulit untuk dapat menemukan esensi ke-Indonesiaan itu sendiri. Saya sepakat dengan sisi Islam yang mempertahankan perspektifnya dalam memilih pemimpin, dan di sisi lainnya saya ngeri membayangkan apa yang dipikirkan para Indonesia non-muslim mengenai hal itu.
Kebimbangan yang terlintas di benak saya pada saat itu adalah, mungkin para orang tua ini harus hidup kembali ke zaman negeri ini masih berjuang memperoleh hak kemerdekaannya. Ya... mungkin saja mereka terlupakan bahwa yang memperjuangkan negeri Ibu Pertiwi ini bukan hanya para muslimin saja. Negeri ini dibangun dari banyak darah dan penderitaan yang harus ditanggung oleh buyut moyang kami yang dipersembahkan buat anak cucunya kelak dan kami menyebutnya Indonesia.
Saya sangat sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Bang Haji Rhoma Irama di Masjid Al-Isra mengenai perspektif Islam dalam memilih pemimpinnya (Q.S. Al Maidah : 51), dan memang disampaikan di dalam masjid serta kepada jama'ah muslim. Namun saat saya melihat Bang Haji dihadapkan dengan Jokowi kemarin malam saya melihat adanya kesombongan dan keangkuhan pada seseorang yang memohonkan maaf, dan Jokowi hanya tersenyum khas orang-orang Jawa. Saat itulah saya tersadar bahwa Kalamullah memang tidak akan salah, tetapi siapa yang menyampaikannya bisa menjadi salah. Kesalahan paling fatal adalah Bang Haji tidak berdiri pada posisi netral, dia berpihak, ataupun hanya memanfaatkan Kalamullah sebagai alat politik.
A'udzubillahiminasysyaithonirrajim... Semoga Allah tetap menunjukkan mana yang haq dan yang mana yang bathil...
Saya dalam perspektif pribadi dalam menilik Q.S. Al Maidah : 51 merasa tak ada satu pun pemimpin di negeri kami ini yang berhak dan sanggup menanggung beban Kalamullah tersebut. Bila di zaman Amirul Mukminin, para sahabat Rasulullah SAW merasa sangat terbeban dan berat hati untuk menerima tampuk kepemimpinan setelah Rasulullah SAW wafat karena mengingat mereka akan dimintai pertanggungjawaban sebagai seorang pemimpin kelak oleh Allah SWT, padahal mereka yang telah begitu berjasa dalam menyebarkan Islam. Kenyataan yang berbeda di negeri kami ini adalah dimana para pemimpinnya berlomba-lomba untuk mengejar-ngejar kekuasaan...
Faktanya tak lebih tak kurang, Bang Haji hanya seorang Artis, Jokowi hanya seorang Jawa, Foke-Nara siap ke putaran ke-dua, dan Indonesia bukan hanya Jakarta...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H