Mohon tunggu...
Djamester A. Simarmata
Djamester A. Simarmata Mohon Tunggu... Dosen - Saya adalah seorang akademisi, penulis. Senang membaca, dengar musik klasik maupun pop, senang berdiskusi. Latar belakang teknik tetapi beralih menjadi ekonom.

Saya adalah seorang akademisi, penulis. Senang membaca, dengar musik klasik maupun pop, senang berdiskusi. Latar belakang teknik tetapi beralih menjadi ekonom.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Sistem Angkutan Umum DKI Terjebak Otonomi Daerah

25 Maret 2014   18:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:30 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Dari peta MRT DKI, terlihat bahwa batas cakupannya adalah batas administrasi DKI. Padahal efisiensi sistem transportasi pada umumnya, khususnya angkutan publik tidak mengikuti batas administrasi. Oleh karena itu dalam paling tidak dua bidang" angkutan publik dan daerh aliran sungai dituntut melakukan DE-DESENTRALISASI. Dalam hal angkutan publik, maka kerangka sistemnya harusnya ialah wilayah JADETABEK, atau malah JABODETABEK.

Dengan mengacu pada sistem angkutan publik Paris dan sekitarnya, orang bila melihat wilayah cakupan itu melebihi wilayah lingkaran dengan jari-jari sekitar atau lebih dari 40 km. Bentuk pengelolaan sistem angkutan publik ialah OTORITA. Sistem angkutan publik terintegrasi sedemikian sehingga karcis 1 (satu) jam atau lebih dapat digunakan walaupun berpindah dari satu moda angkutan ke angkutan lain. Dalam filosofi angkutan publik di sana disebut adanya hak azasi angkutan publik. Di Jakarta, ada tempat tempat yang jaraknya dapat hanya 5 km, tetapi harus berganti angkutan umum sampai 3 kali, sedang dari Cililitan ke Tg Priok yang lebih dari 10 km hanya bayar RP 3500. Di Jakarta ada tempat-tempat yang secara spasial menerima ketidakadilan spasial.

Selain itu, konsep subsidi dalam BUSWAY masih salah, sebab yang obyek yang disubsidi adalah berdasarkan jumlah penumpang, yang dari sudut pengusahaan adalah REVENUE CENTER. Seharusnya yang disubsidi adalah unit prodduksinya, COST CENTER, berarti berapa defisitnya. Masih banyak yang perlu dibenahi dalam sistem angkutan DKI, dan gubernur DKI perlu memperhatikan masalah ini, selain hal-hal yang bersifat fisik misalnya luas jalan yang tidak cukup.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun