Dengan alasan ketidakharmonisan manajemen, maka Dwi Soetjipto dicopot dari Dirut Pertamina dan digantikan Elia Massa Manik. Meskipun keduanya sama-sama bukan berasal dari Migas, tentu saja berbeda karena Dwi Soetjipto telah terbukti membawa Semen Indonesia ke kancah dunia sedangkan Elia Massa Manik berasal dari BUMN perkebunan yang statusnya adalah merugi. Hasilnya, kinerja Pertamina tahun 2017 terus menurun dan cenderung menyalahkan Pemerintah karena tidak menaikkan harga BBM bersubsidi dan mengatakan kehilangan pendapatan Rp 19 triliun disaat harga minyak dunia naik. Maka tidak heran di kuartal III tahun 2017 laba Pertamina anjlok 27% atau hanya meraih Rp 26,8 triliun. Bukankah seharusnya saat harga minyak dunia naik, maka laba Pertamina seharusnya ikutan naik? (lihat kinerja Pertamina 2010-2013). Maka patut dicermati adalah seiring turunnya laba Pertamina apakah impor BBM justru naik?.
Harapan Kementerian BUMN hanya di BUMN sektor perbankan yang diprediksi kinerjanya diatas BUMN lain. Siapapun tahu, kinerja BUMN perbankan meningkat bukan karena kinerja perusahaan yang hebat, tetapi lebih karena dunia perbankan "lambat menurunkan" suku bunga pinjaman pada saat Bank Indonesia gencar menurunkan bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang menjadi acuan bunga Lembaga Penjamin Sementar (LPS). Saat bunga deposito dan bunga simpanan terus turun, maka bunga kredit malas turun. Akibatnya Nett Interest Margin (NIM) meningkat yang di bank BUMN rata-rata berada dikisaran 6%. Berdasarkan data dari Bank Indonesia dana nasabah yang disimpan sebagai Dana Pihak Ketiga di perbankan nasional mencapai Rp 2.500 triliun, yang jika semua disalurkan maka potensi laba perbankan nasional mencapai Rp 150 triliun, sedangkan 60% perbankan nasional dikuasai BUMN sehingga potensi keuntungan Bank BUMN mncapai Rp 90 triliun.Â
Ketika Fintech menggeliat, ketiga GO-JEK, GRAB, TOKOPEDIA, BUKALAPAK dan lainnya gencar membuat e-wallet, ataupun fintech yang menawarkan pinjaman tanpa mekanisme perbankan, maka tinggal menunggu waktu BUMN perbankan bernasib seperti toko retail yang mulai menutup gerai usahanya.Â
Kekuasaan Rini Membahayakan BUMN
Menteri Rini seolah-olah menjadi untoucble person. Meskipun sudah ditolak hadir oleh DPR dan bahkan dari partai Pendukung Pemerintah sendiri yaitu Partai PDI Perjuangan yang menginisiasi Panja PELINDO dan salah satu rekomendasinya adalah copot Menteri Rini. Tetap saja Menteri Rini bertahan, dan bahkan Presiden Jokowi yang mesti mengatur siapa menteri yang mewakili Pemerintah jika ada rapat dengan DPR, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Keungan Sri Mulyani adalah menteri yang sempat mewakili Menteri BUMN dalam rapat dengan DPR.
Sebelum terlambat, Jokowi harus mereformasi pengelolaan BUMN dengan membenahi Kementerian BUMN yang saat ini santer dikabarkan dikelola secara tidak profesional oleh Menteri Rini. Kinerja BUMN terus menurun, memang ada yang naik. Apakah target keuntungan BUMN 2017 sebesar Rp 205 triliun akan tercapai?...jika tidak tercapai konsekuensinya apa??... Ini penting agar sisa 2 tahun Pemerintahan Jokowi dapat menjadikan BUMN tidak sekedar korporasi yang mencari keuntungan, tetapi dapat pula memerankan tugas-tugas Pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya, semosal program BBM Satu harga dan Semen Satu harga di Papua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H