Mohon tunggu...
Simanugkalit Rai
Simanugkalit Rai Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Antisipasi Paham Radikalisme, Perlu Upaya Pendidikan Kebangsaaan

8 Mei 2015   08:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:16 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Beberapa waktu lalu publik dikejutkan dengan adanya ajaran Wahabi dalam buku pelajaran agama Sekolah Menengah Atas (SMA) sehingga membuat isu radikalisme di negeri ini semakin marak terjadi.  Isu radikalisme semakin bertambah ketika penemuan teks beraroma takfiri itu berbarengan dengan sekelompok anak bangsa menyeberang ke Suriah yang diduga hendak bergabung dengan pasukan ISIS yang juga berhaluan mirip Wahabi. Di Indonesia dilakukan penangkapan beberapa kelompok yang dianggap teroris oleh Densus 88. Kemudian disusul TNI menyelenggarakan latihan perang di wilayah Poso, sekaligus dikaitkan dengan antisipasi kelompok radikal Santoso. "Drama" ini makin seru setelah pemerintah memblokir 19 situs yang diduga menebar radikalisme.

Masuknya teks yang berbahaya dalam buku pelajaran berulang. Kisah "Istri Simpanan Bang Maman dari Kali Pasir" di buku anak SD dan masuknya komunisme sebagai ideologi pengganti Pancasila dalam buku pegangan guru SMA adalah beberapa kasus sebelum isu Wahabisme dalam buku pelajaran. Kini di lembaga pendidikan kita bukan "isme" saja yang berkembang, melainkan juga perilaku kekerasan dan intoleransi. Adakah solusi dan upaya preventif sungguh-sungguh dilakukan pemerintah, khususnya oleh penyelenggara pendidikan selama ini?

Mengatasi radikalisme tepatnya ektremisme serta perilaku kekerasan dalam dan melalui pendidikan tak bisa reaktif, parsial, dan emosional. Upaya ini harus terencana komprehensif dan berkelanjutan dalam strategi pendidikan kebangsaan yang sejak reformasi terabaikan. Secara internal kita menghadapi tantangan baru akibat perubahan dahsyat, seperti diberlakukannya otonomi daerah, keterbukaan dan liberalisasi dalam hampir setiap aspek kehidupan. Secara eksternal seturut perkembangan globalisasi dan teknologi informasi, kita menyaksikan beragam pertentangan dan kekerasan ideo-politis yang dikaitkan dengan aliran keagamaan sehingga mudah memengaruhi masyarakat.

Konflik beraroma keagamaan di Tanah Air sepertinya akan memasuki babak baru dengan isu sunni-syiah, menggantikan isu lama pertentangan kaum tradisionalis dan kaum modernis yang kian tak signifikan. Perkembangan ini akan lebih berbahaya karena terhubung langsung dengan poros kekuatan ideologi politik keagamaan yang bergejolak sekarang ini. Perkembangan dunia yang mengerikan itu seharusnya ditangkal sedini dan sekomprehensif mungkin oleh bangsa Indonesia yang sejatinya religius dan cinta damai.   Bangsa Indonesia perlu konsep baru pendidikan kebangsaan yang di antaranya, Pertama, menyadarkan dan menjabarkan tentang keniscayaan Pancasila dalam kehidupan bersama sebagai bangsa yang sarat perbedaan. Nilai-nilai Pancasila tak cukup diajarkan sebagai dasar administrasi kenegaraan dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan" (PPKn). Nilai-nilai ini perlu "diilmiahkan," dielaborasi, diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran.

Kedua, pendidikan kebangsaan harus mencakup kesadaran dan kebanggaan akan takdir geografis serta tanggung jawab terhadap kebudayaan dan nasib bangsa di masa depan. Posisi geografis menganugerahi kita berbagai kekayaan alam di langit, bumi, dan perairan. Bumi pertiwi tak hanya menumbuhkan keberagaman flora dan fauna, tetapi juga kebinekaan suku dan kebudayaan yang seyogianya jadi berkah dan kejayaan. Namun, dalam perencanaan pendidikan, bangsa ini terlalu asyik melihat keluar memikirkan daya saing terhadap bangsa-bangsa maju yang memiliki dasar dan karakteristik berbeda.

Ketiga, dalam kerangka pendidikan kebangsaan, pendidikan agama harus diarahkan ke upaya "memoderasi" sikap keberagamaan, yaitu menjadikan orang beriman lebih bermanfaat dan umat terbaik. Agama harus diformulasikan sebagai solusi dan daya konstruktif yang membahagiakan kehidupan. Bukan sebaliknya sebagai kekuatan destruktif dan beban yang menyengsarakan. Sikap radikal atau ekstrem keagamaan, sering kali lahir dari pemahaman agama yang berorientasi negatif yang tertanam melalui pengajaran, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Sehingga dengan upaya-upaya tersebut yang ditanamkan dalam pendidikan di tanah air setidaknya akan meminimalisir paham radikal yang tersebar di kehidupan masyarakat Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun