Seperti Golkar mampu mandiri dari sosok Jenderal Besar, kunci dari semua ini adalah kemauan Labschool, sebagai organisasi yang didukung oleh guru, siswa, dan karyawan, untuk melepaskan diri dari tuntunan tangan Arief Rachman. Alih-alih meninggalkan nilai-nilai yang menjadi ditanamkan selama ini, sekolah harus mampu membuktikan bahwa semangat itu telah kuat mengakar dan mampu untuk tumbuh sendiri, dengan atau tanpa bimbingan AR.
 Seperti pohon yang telah mantap tertanam dapat menumbuhkan cabang-cabang baru, jika memang visi dan misi sekolah benar telah mendarah daging, ia dapat mengakomodir tantangan baru tanpa lepas dari akarnya. Kegagalan Labschool untuk menjaga keutuhan nilainya pada akhirnya adalah kegagalan AR sendiri sebagai pendidik.
Terakhir, saya ingin mengingatkan bahwa Arief Rachman, sebagaimanapun hebat kepemimpinannya, adalah produk dari zaman yang berbeda. Pada waktunya, ia melawan tirani negara di tengah masyarakat yang belum tercerahkan. Tirani pada era demokrasi ini berasal dari kuatnya arus tren publik. Bapak Pembangunan pun akhirnya jatuh karena ia tidak lagi tanggap pada kekuatan ini. Perhatikan bahwa ini tidak sama dengan menyangkal warisan AR, seperti yang terlalu sering terjadi di negara ini. Hanya perlu diingat, sebagai manusia, AR pun hanya memiliki kemampuan dan waktu yang terbatas. Bersyukurlah bahwa ia rela berhenti selagi kepala mendongak tinggi. Karena itu, hanya satu pertanyaan yang tersisa: mampukah Labschool menjadi murid yang mandiri?
Penulis adalah mantan siswa Labschool
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H