Ujar ora nglakoni (jarkoni), adalah menyuruh orang lain untuk melakukan kebaikan, akan tetapi dirinya sendiri tidak melakukannya. Ungkapan itu disampaikan Drs.H.Soir, M.S.I, Kepala Madrasah (Kamad) dalam acara kajian tafsir Al-Jalalain di Asrama al Uswah MAN 1 Sleman, Jumat (18/3/2022). Selanjutnya dalam kesempatan tersebut Kamad memaparkan tema konsistensi dalam berucap.Â
"Tentu saja hal ini sebagai aib bagi komunitas masyarakat yang menjunjung tinggi kesesuaian antara ucapan dan perbuatan. Membangun komunikasi dua arah diperlukan konsistensi dari komunikator, kepada komunikan agar pesan yang disampaikan dapat memiliki daya sentuh. Ada orang yang menyampaikan sesuatu, akan tetapi terkesan hanya masuk telinga kanan, keluar telinga kiri, bahkan belum masuk sudah keluar," paparnyaÂ
Menurutnya, jika ditelisik lebih jauh, boleh jadi persoalan ada pada diri komunikator. Hal yang paling memungkinkan adalah apa yang disampaikan bukan hal yang keluar dari hati nurani yang paling dalam, tetapi hanya sekadar meluncur deras dari mulut.Â
Boleh jadi dikarenakan apa yang disampaikan, belum pernah dilakukannya, Ingat, hati hanya akan menerima sesuatu yang berasal dari hati, heart to heart, "Konsistensi antara ucapan dengan perbuatan ini juga disinggung oleh Allah dalam al-Qur'an: "Apakah kamu memerintah orang lain untuk melakukan kebajiakan, (sementara) kamu lalai akan dirimu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab, apakah kamu tidak mempunyai akal?". QS: Al-Baqarah: 44).Â
Teguran keras Allah tersebut, mulanya ditujukan kepada orang Yahudi yang 'menyembunyikan' nama Muhammad dalam at-Taurot. Mereka menyuruh orang lain untuk beriman kepada Muhammad, akan tetapi dirinya sendiri tidak mengimaninya," tambahnya Selain itu sebagai seorang muslim, pemilik sah kitab suci al-Qur'an, sejatinya lebih harus merasa 'tertampar' dengan teguran keras ini.Â
Setidaknya dari redaksi ayat tersebut yang menggunakan 'istifham ingkari', (ata'muruna an-Nasa...) pertanyaan sekaligus teguran keras, dapat difahami sebagai bentuk ungkapan yang, dalam bahasa manusia, Allah marah besar terhadap orang yang menyuruh orang lain untuk melakukan kebaikan, akan tetapi dirinya tidak melakukannya. Lebih-lebih kalau diperhatikan di akhir ayat, afala ta'qilun," lanjutnya.Â
Sebelum mengakhiri kajiannya, Kamad menegaskan kembali dengan menyampaikan retorika kepada peserta kajian "Apakah kamu tidak berakal?, padahal jelas-jelas berakal bukan? Tanyanya. Ia berharap menjadi guru penting dalam konsistensi antara ucapan dengan perbuatan. "Guru tetap digugu lan ditiru, bukan wagu tur saru, apalagi glugu turu," harap Kamad mengakhiri acara kajian. Wallahu 'Alam Bimurodihi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H