Sapardi Djoko Damono merupakan sastrawan angkatan ‘70an yang menganut aliran romantisisme yang dituangkan ke dalam karya-karyanya. Beliau merupakan sastrawan yang lahir di Solo, 20 Maret 1940 dan mulai menulis diumurnya yang ke-17 saat menduduki bangku SMA, beliau menerbitkan buku puisi pertama berjudul Duka-Mu Abadi pada tahun 1969. Selanjutnya beliau terus menerbitkan novel, cerpen, buku pengetahuan sebagai pakar sastra, dan buku kumpulan puisi yang terkenal hingga saat ini, yaitu Hujan Bulan Juni dengan cetakan pertama 1994.
Judul dari kumpulan puisi Hujan Bulan Juni bukan semata-mata kata yang Sapardi Djoko Damono pilih secara main-main, namun terdapat makna yang dalam mengenai hal ini. Seperti yang kita ketahui bahwa hujan biasanya terkait dengan kelemahan, keteguhan, kerendahan hati, kerinduan, dan kehilangan. Sementara bulan Juni merupakan bulan keenam dan menggambarkan musim kemarau. Hal ini membuktikan bahwa dari kumpulan puisi yang ada di dalam buku Sepilihan Sajak: Hujan Bulan Juni, secara umum mengandung tema yang melankolis, bergelut dengan pikiran sendiri, dan merasakan kehilangan ataupun kerinduan pada seseorang yang dicintai.
Puisi yang ditulis oleh Sapardi Djoko Damono tentunya memiliki makna tersendiri baik bagi Sapardi Djoko Damono sendiri ataupun pembaca puisi tersebut. Secara umum, penulis memaknai puisi berjudul “Dalam Diriku” ini sebagai bentuk proses seorang remaja yang akan beranjak ke dewasa dengan segala apa yang ada di dalam dirinya. Entah itu jiwa ataupun pemikiran-pemikiran yang lahir di dalamnya. Puisi ini juga dapat dikatakan sebagai awal dari pengenalan diri jauh lebih dalam dan bagaimana menghadapi kehidupan yang sebenarnya, bukan sebagai seorang remaja melainkan sebagai seseorang yang akan beranjak dewasa, berkembang bersama sisi lain dalam dirinya. Berikut adalah puisi berjudul "Dalam Diriku" karya Sapardi Djoko Damono:
DALAM DIRIKU
Because the sky is blue
It makes me cry
(The Beatles)
dalam diriku mengalir sungai panjang,
darah namanya;
dalam diriku menggenang telaga darah,
sukma namanya;
dalam diriku meriak gelombang sukma,
hidup namanya!
dan karena hidup itu indah,
aku menangis sepuas-puasnya