Dalam modul "Dasar-Dasar Pendidikan," Ki Hadjar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai 'tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak'. Konsep ini menekankan bahwa pendidikan tidak hanya transfer ilmu tetapi juga usaha menuntun segala potensi yang ada pada anak agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Dewantara melihat pendidikan sebagai suatu proses yang holistik, yang melibatkan semua aspek kehidupan anak, baik fisik, mental, maupun spiritual.
Metode among, yang menjadi salah satu inti dari pendidikan Taman Siswa, menekankan peran pendidik sebagai pembimbing yang mengarahkan tanpa memaksa. Metode ini mengedepankan kebebasan anak untuk belajar sesuai dengan kodratnya sendiri, namun tetap dalam batasan dan pengawasan yang bijaksana. Filosofi ini tercermin dalam penerapan permainan tradisional sebagai alat pendidikan di Taman Siswa, di mana permainan tidak hanya mengembangkan keterampilan fisik tetapi juga nilai-nilai sosial dan budaya.
      Pidato Ki Hadjar Dewantara di Universitas Gadjah Mada tahun 1956 menegaskan pentingnya kebudayaan dalam pendidikan. Beliau menekankan bahwa kebudayaan Indonesia adalah gabungan dari berbagai kebudayaan daerah yang harus disatukan untuk membentuk kebudayaan nasional yang kuat. Ki Hajar Dewantara melihat pendidikan sebagai sarana untuk memperkaya kebudayaan nasional dengan tetap menjaga kesinambungan, konvergensi, dan konsentrisitas dari kebudayaan lokal dan luar negeri.
      Ki Hajar Dewantara juga menekankan bahwa kemerdekaan bangsa harus mencakup kemerdekaan budaya, bukan hanya kemerdekaan politik. Ini berarti bahwa pendidikan harus memungkinkan anak-anak Indonesia untuk mengembangkan keunikan dan kepribadian mereka berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang luas dan luhur. Pendidikan yang bebas dari tekanan dan paksaan, serta yang menghargai kebudayaan lokal, akan membentuk individu yang tidak hanya cerdas tetapi juga berkarakter dan berbudi luhur.
      Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan sangat relevan dengan kebutuhan Indonesia saat ini. Dengan menekankan pentingnya pendidikan sebagai tuntunan hidup yang holistik, metode among yang menghargai kebebasan anak, serta integrasi kebudayaan dalam pendidikan, Ia telah meletakkan dasar yang kuat bagi sistem pendidikan nasional yang menghargai keunikan individu dan kekayaan budaya bangsa. Melalui pidato dan karya-karyanya, ia terus menginspirasi para pendidik untuk tidak hanya mengajar tetapi juga membimbing dan menuntun anak-anak Indonesia menuju masa depan yang cerah dan bermartabat.
     Â
Sebagai pelaku pendidikan, selama ini saya kebanyakan fokus hanya pada pengajaran. Menurut saya, tugas guru yang utama adalah pengajaran. Saya adalah seorang guru Bahasa Inggris, maka yang saya lakukan adalah membaca kompetensi dasar pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki siswa, merancang materi dan lembar kerja yang sesuai, tanpa banyak memperhatikan keunikan dan bagaimana Bahasa Inggris ini dapat mengembangkan tidak hanya kemampuan bahasa Inggris tetapi juga mental, fisik, spiritual bahkan nilai-nilai sosial pada diri siswa. Saya juga sering melakukan pemaksaan belajar, padahal seharusnya proses belajar harus terjadi tanpa memaksa. Jika saya becermin kembali, pemaksaan ini terjadi karena saya tidak membuat kesepakatan di awal belajar, lupa memberitahukan pengalaman bermakna yang akan siswa dapatkan apabila mereka belajar suatu materi, dan yang paling sering adalah, karena pengajaran yang saya bawakan tidak menyenangkan.      Setelah mempelajari seluruh modul 1.1, berkolaborasi dengan rekan sejawat, berefleksi, serta mendampatkan penguatan dari fasilitator dan pengajar praktik, maka saya menjadi tahu bahwa pembelajaran itu seharusnya saya hadirkan bukan untuk memenuhi keinginan saya, tapi untuk memuaskan siswa saya. Jangan sampai siswa saya menjadi enggan dengan proses bimbingan yang saya lakukan karena terlalu memaksa. Memasukan unsur kebudayaan, spiritual, dan fisik dalam teks-teks bahasa Inggris mungkin akan saya lakukan. Karena pembelajaran bahasa Inggris membutuhkan teks dan selalu dimulai dengan sebuah teks, maka haruslah sesuatu yang dibahas itu merupakan sesuatu yang dekat dengan diri siswa. Sehingga mereka bisa menggunakan latar belakang pengetahuan mereka tentang isu tersebut dalam belajar bahasa asing. Kemudian, untuk perkembangan mental serta karakter, pengajaran bahasa inggris haruslah mendorong siswa untuk dapat memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Karena tujuan pengajaran bahasa adalah dapat menggunakan bahasa tersebut dalam proses berkomunikasi. Sehingga praktik-praktik berbicara bahasa Inggris harus lebih sering dilakukan ketimbang hanya menjawab soal.
      Untuk menjawab kodrat zaman, saya akan meneruskan pembelajaran yang telah saya lakukan secara campuran (blended) dengan penerapan flipped learning. Hal ini saya lakukan juga agar siswa dapat menumbuhkan kemandirian siswa dalam belajar. Siswa juga menjadi lebih akrab dengan pembelajaran digital. Membiasakan siswa untuk mengakses materi dimana saja dan kapan saja di ruang pribadi mereka akan memberikan rasa merdeka dalam belajar. Selain itu, flipped learning memberikan pembekalan kepada mereka dan walaupun bukan berupa kewajiban, siswa akan dapat membedakan bahwa datang ke ruang kelas tanpa persiapan akan berbeda dengan datang ke kelas dengan persiapan. Saya juga melihat alur ini dalam cara belajar guru penggerak, yaitu dalam alur eksplorasi konsep.
Kami juga menjadi pemantau untuk siswa yang melanggar peraturan sekolah. Namun setelah mempelajari modul 1.1 ini, saya ingin memberikan sedikit perubahan pada kegiatan yang berlangsung. Morning muster juga dapat dijadikan wadah berkembangnya kemampuan non-tekhnis siswa (soft-skil) atau kemampuan literasi dengan melakukan One day One Inspirative Story dari hasil Reading Silent yang dilakukan oleh siswa.