Mohon tunggu...
Silvia Sekarwati
Silvia Sekarwati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang mahasiswa

Menyukai film dan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Penerbangan Komersial di Indonesia

4 Juli 2023   09:58 Diperbarui: 4 Juli 2023   13:56 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penerbangan atau yang dalam bahasa Inggris disebut flight dan bahasa Belanda disebut luchtvaart, dalam konteks ini mengacu pada
mobilitas manusia atau barang menggunakan alat transportasi pesawat terbang. Unsur pokok fisik penerbangan tidak hanya pesawat terbang, tetapi juga penerbang, landasan pacu (runway), dan terminal (bandara/pangkalan udara). Pada era modern saat ini, naik pesawat terbang sudah menjadi hal yang lumrah, apalagi bagi para elite yang tinggal di kota-kota besar dengan gaya hidup modern dan mobilitas tinggi. Puluhan bandar udara dan ratusan pesawat terbang sudah tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, mulai di kota-kota metropolit hingga daerah-daerah yang masih masuk kategori pedalaman.

Munculnya Penerbangan Komersial Di Indonesia

Kiprah penerbangan komersil di Indonesia dimulai sejak dekade ketiga abad 20. Hal ini ditandai dengan berdirinya KNILM (Koninklijke Nederlandsch Indische Luchtvaart Maatschappij) pada tahun 1928, sebuah perusahaan maskapai penerbangan komersil di Hindia Belanda yang sahamnya terdiri dari hasil patungan berbagai perusahaan Eropa seperti Deli Maatschappy, Nederlandse Handel Maatschappy, KLM (Koninklijk Luchvaart Maatschappij), pemerintah Hindia Belanda, dan beberapa perusahaan dagang lainnya yang memiliki kepentingan di Hindia Belanda.

Pada masa KNILM inilah untuk pertama kalinya ada penerbangan komersil berjadwal di Hindia Belanda. Rute awal yang dibuka KNILM antara lain Batavia-Bandung sebanyak sekali dalam seminggu dan Batavia-Surabaya (transit di Semarang) sekali setiap hari. Rute penerbangan kemudian bertambah menjadi Batavia-PalembangPekanbaru-Medan bahkan sampai ke Singapura dan Australia sebanyak sekali dalam seminggu. Dari rute penerbangan yang dibuka KNILM ini terlihat bahwa Batavia (Kemayoran dan Cililitan) merupakan pusat atau simpul penerbangan. Hal ini disebabkan karena Batavia saat itu merupakan pusat pemerintahan pemerintah kolonial Belanda (hal yang masih sama dari masa VOC hingga saat ini dimana Jakarta masih menjadi pusat pemerintahan Indonesia).

Pada periode-periode awal, pesawat penerbangan komersil yang digunakan masih jenis fokker seperti Fokker F.VIIb, Fokker F.XII yang hanya muat sekitar 2-5 orang. Pesawat ini awalnya hanya digunakan untuk keperluan bisnis khususnya mengangkut kantong-kantong surat. Namun sejak tahun 1930-an mulai digunakan untuk mengangkut penumpang manusia walaupun masih dalam jumlah terbatas.

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Indonesia sudah memiliki bandara internasional. Kemayoran Batavia (Jakarta Pusat)

merupakan bandara internasional pertama di Hindia Belanda yang mulai beroperasi pada tahun 1940. Bandara ini melayani penerbangan internasional ke Singapura dan Australia. Bandara Kemayoran merupakan bandara komersial tersibuk di Hindia Belanda saat itu. Meningkatnya penerbangan dari hari ke hari, jarak yang cukup dekat dengan pangkalan udara Cililitan, serta letaknya yang berada di kawasan padat pemukiman, menyebabkan pemerintah Orde Baru membuat bandara baru yang lebih besar. Bandara Kemayoran akhirnya tidak lagi beroperasi sejak pertengahan tahun 1980-an, semenjak dibukanya bandara baru Soekarno Hatta.

Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), lapangan terbanglapangan terbang terutama yang ada di Jawa, mulai dialihfungsikan

sebagai bandar penerbangan militer semata (fungsi tunggal). Hal inidilakukan dalam rangka memperkuat militer perang Jepang di Pasifik dan sekitarnya. Konsep enclave (satu pangkalan untuk dua fungsi yakni militer dan komersial) tidak lagi dikenal di masa Jepang. Berakhirnya kekuasaan Jepang pada Agustus 1945 tidak secara otomatis menghidupkan kembali penerbangan komersial yang sempat mati. Vakumnya penerbangan komersial masih terus berlanjut untuk beberapa waktu. Sampai akhir tahun 1940-an belum ada lagi penerbangan komersil yang berarti di Indonesia. Indonesia masih disibukkan dengan perang revolusi fisik (masa mempertahankan kemerdekaan) yang meletus di berbagai wilayah, khususnya Jawa bagian tengah. Kondisi saat itu tidak memungkinkan terselenggarakannya penerbangan komersil secara reguler. Lapangan terbang difungsikan untuk basis penerbangan militer guna mendukung jalannya revolusi mengusir Belanda yang ingin kembali bercokol di Indonesia.

Babak baru penerbangan komersial dimulai kembali tahun 1950-an. Mulai stabilnya kondisi sosial politik mengakibatkan penerbangan komersil bergeliat kembali. Pada tahun 1950 pemerintah Indonesiamendirikan Garuda Indonesia Airways (GIA), sebuah perusahaan penerbangan nasional pertama di masa kemerdekaan. GIA adalah perusahaan penerbangan yang secara prosesual merupakan hasil nasionalisasi sebagian aset KNILM melalui diplomasi dengan perusahaan induk Belanda (KLM) pada tahun 1954.

Pasca nasionalisasi, GIA tidak serta merta menjadi maskapai unggulan di Indonesia. Tahun 1950-an, penerbangan di Indonesia masih didominasi penerbangan asing seperti British overseas Airways Corporation (BOAC) dari Inggris, Quantas dari Australia, Air India International dari India, Scandinava Airlines System (SAS), Transport Airlines Intercontinenteux (TAI) dari Perancis, Malayan Airways dari Malaya dan Union of Burma Airways (UBA) dari Birma. GIA mulai menunjukkan eksistensinya sejak akhir 1950-an

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun