Mohon tunggu...
Silvia Salma Ainun Nihayah
Silvia Salma Ainun Nihayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - manusia yang masih ingin terus belajar :)

Haloo semua... Saya adalah orang yang suka belajar hal-hal yang baru dan menyenangkan :)

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Resensi Buku "Urip Mampir Nge-Charge"

16 November 2021   23:29 Diperbarui: 16 November 2021   23:39 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Urip Mampir Nge-Charge (Dok.Pribadi)

Judul          : Urip Mampir Nge-Charge

Penulis      : Gregorius Pintoko Wahyu Jati S.E., M.M.

Penerbit    : Wanajati Chakra Renjana

Cetakan     : I, Tahun 2013

Tebal           : 13cmX19cm,  IV + 140 Halaman.

ISBN           : 978-602-98202-6-5


Perkembangan era teknologi yang pesat  saat ini sangatlah terasa nyata. Adanya dampak dari perkembangan teknologi tidak hanya pada satu bidang saja, namun berdampak pada hampir semua bidang yang ada termasuk dalam bidang komunikasi dan interaksi. Teknologi mendorong kemunculan internet dan berbagai alat komunikasi digital yang dapat dimiliki secara individu seperti smartphone. 

Pengguna dari alat komunikasi digital sendiri kebanyakan dari kalangan anak muda. Tidak berhenti disitu saja, dengan adanya alat komunikasi digital juga mendorong munculnya berbagai media sosial yang akhirnya menciptakan sebuah dunia digital yang sering kita sebut dunia maya. Sehingga, cara berkomunikasi dan interaksi pengguna alat komunikasi digital tersebut mengalami perubahan.

Fenomena era teknologi dalam lingkup perubahan komunikasi dan interaksi itulah yang menjadikan motivasi penulis merefleksikan realitas keseharian melalui buku ini. Refleksi penulis disampaikan melalui analog percakapan dengan alur yang tidak terputus sebagai bentuk kritik sosial, tentunya untuk bahan refleksi bagi para pembaca juga. 

Memang kecepatan laju teknologi terkadang malampaui laju rotasi yang membuat waktu berjalan begitu cepat, bagaimanapun juga dunia maya telah hadir di antara dunia nyata, suka tidak suka ataupun mau tidak mau harus diterima karena teknologi ini memiliki kekuatan yang sangat besar hingga tidak dapat dibendung (hal. 34). 

Meskipun begitu, buku ini dapat memberikan kesadaran bagi para pembaca untuk melakukan komunikasi dan interaksi secara langsung juga tatap muka. Dibandingkan, melakukan komunikasi juga interaksi secara virtual karena memang dengan kondisi ini berpengaruh pada perubahan sikap para pengguna. 

Hal ini dapat kita lihat ketika ada sekelompok orang yang berkumpul dan berdekatan secara fisik namun mereka lebih memilih sibuk dengan smartphone-nya sendiri dibandingkan berinteraksi dengan orang yang ada di dekatnya.

Buku "Urip Mung Mampir Nge-Charge ini, mengambil latar cerita di daerah Yogyakarta. Di Yogyakarta sendiri, masih banyak angkringan yang dianggap sebagai tempat multifungsi, maksudnya adalah bukan hanya sebatas tempat untuk membeli jajan, gorengan, ataupun nasi kucing. 

Namun, tak jarang angkringan ini juga digunakan sebagai tempat srawung atau interaksi antar warga maupun antar pembeli dan penjual. Maka dari itu, angkringan digunakan dalam buku ini sebagai analog untuk melihat keguyuban dengan duduk bersama meskipun masih ada kemungkinan bahwa dalam angkringan tersebut mereka sedang sibuk alat komunikasi digital masing-masing (hal. 2). 

Buku ini memperlihatkan bagaimana realitas kehidupan akibat munculnya alat komunikasi digital dengan latar obrolan angkringan serta suasana jawa yang begitu kental, penulis menonjolkan empat tokoh yaitu  Pak Karso sebagai pemilik angkringan dan pelanggan setianya ; Pak Aji, Beni, dan Tondo. 

Diantara empat orang ini Pak Karso merupakan orang awam yang masih mencoba memahami sekaligus mengamati perubahan sosial termasuk pola komunikasi setelah alat komunikasi digital hadir ditengah masyarakat. Pak Karso merupakan pemilik angkringan yang hanya tamat SMP meskipun begitu ia memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap fenomena ini serta mempunyai  sifat ramah, penuh ketulusan, sopan dan penuh tata karma. 

Sehingga, Pak Karso sering melontarkan pertanyaan kepada Pak Aji, Beni dan Tondo seperti "srawung kok lewat dunia maya? kan malah engga enak karena engga bisa tatap muka?, "ngunduh itu ngambil toh? apa tidak malu mencuri barang bukan milik sendiri? apa kalau kita download lagu gratis, nanti penyanyinya tidak rugi dan marah? kan katanya rekaman itu mahal" atau " 

Dunia ini akan menjadi seperti apa ya jika tidak ada pergaulan nyata? apalagi sekarang anak kecil juga suka main game online daripada bermain dengan tetangganya, dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan Pak Karso sebagai orang awam yang masih meraba perubahan sosial karena fenomena tersebut. Namun, disanalah pembaca dapat mengambil dan memetik makna jawab yang berbudaya serta beretika sosial.

Relasi antar manusia sungguh memang sangat kompleks dan rumit, dengan adanya alat komunikasi digital menjadikan suatu relasi yang lebih mudah juga bisa diatur sekehendak kita. Namun, begitu jelas efek teknologi komunikasi dalam kehidupan manusia yang terkandung dalam buku ini. 

Memang adanya alat komunikasi digital tersebut mempermudah kegiatan manusia termasuk dalam pekerjaan seperti halnya yang dikatakan Pak Aji sebagai pegawai perusahaan produksi kaos "teknologi mempermudah manusia untuk bekerja, gambar yang ada dikaos sebelumnya memang diolah di komputer menggunakan photoshop, terus baru disablon di kaos itu agar gambar sesuai dan bercita rasa" (hal. 68). 

Disamping itu, karena alat komunikasi digital orang lebih memperhatikan smarthphone-nya dari pada aktivitas sosial seperti banyak orang yang memilih berkomunikasi dan melakukan interaksi melalui virtual, dibandingkan mengobrol dengan lawan bicara yang ada di dekatnya sehingga menimbulkan kesan tidak sopan. 

Kemudian, adanya teknologi alat komunikasi digital baru berdampak pada wartel, banyak wartel yang sepi hingga akhirnya gulung tikar. Selain itu, di era sekarang ini banyak hoax yang tersebar sehingga sebagai pengguna teknologi komunikasi juga internet harus bersikap kritis dan cerdas dalam menyikapinya agar dapat menyaring berita yang ada. 

Bahkan, etika dan sikap sosial pengguna alat komunikasi digital juga dapat berubah serta masih banyak lagi efeknya. Manusia seharusnya dapat tersadar apabila komunikasi digital atau virtual membuat kita mengalami ketidaksungguhan dalam hal saling memberikan diri seperti istilah srawung iku ora mung awung-uwung, mung ana ing alam awung-uwung, mungkin konsep ini dapat memberi refleksi pada pembaca untuk memikirkan penggunaan  alat komunikasi digital tersebut karena membutuhkan suatu situasi yang hening (hal. 3).

Buku "Urip Mung Mampir Nge-Charge" merupakan buku yang menarik dan ringan untuk dibaca. Buku ini dikemas dengan kentalnya budaya jawa seperti pepatah-pepatah jawa yang sering dilontarkan oleh Pak Karso. Penyajian buku ini menggunakan teknik cerita yang mengalir dan renyah sehingga tidak membosankan bagi pembaca. 

Dibalut dengan humor yang dapat membuat tawa pembaca menggema, namun kritik sosial dan makna pesan tetap bisa tersampaikan dengan baik juga menyenangkan merupakan keunikan tersendiri yang dimiliki buku ini. Dari perbincangan sederhana Pak Karso, Pak Aji, Beni dan Tondo pembaca dapat tersadar akan ironinya saat zaman semakin maju seperti sekarang ini tidak ada yang menyangka majunya zaman bisa membuat kita semakin tidak peka. 

Namun sayangnya, buku ini cukup banyak memuat bahasa jawa yang tidak semua di terjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Sehingga, memungkinkan untuk para pembaca yang tidak mengerti bahasa jawa akan merasa kesulitan dan juga bingung dalam menyimpulkan atau mengartikan setiap kata dibuku ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun