Mohon tunggu...
Silvia Cahya Romadona
Silvia Cahya Romadona Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Hallo, saya Silvia Cahya Romadona

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Strategi Pengelolaan Fomo Secara Sehat bagi Remaja dalam Meningkatkan Kesejahteraan Media Sosial

7 Juli 2024   22:11 Diperbarui: 7 Juli 2024   22:40 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada tahun 2021, ada 170 juta pengguna media sosial dan pada tahun 2022, jumlah tersebut akan meningkat sebesar 21,4 juta atau 191,4 juta pengguna. Di Indonesia, platform media sosial yang paling populer adalah Instagram, WhatsApp, TikTok, Telegram, Twitter, dan Facebook Messenger. Menurut data riset APJII (2016) menjelaskan bahwa penetrasi pengguna media sosial 89,70% ialah remaja. Mayoritas pengguna media sosial di Indonesia adalah remaja hingga dewasa awal berusia antara 18-25 tahun, dan mereka menggunakannya sebagai platform komunikasi dan pertukaran informasi di komunitas yang mereka minati.

Remaja Indonesia dikenal dengan keterbukaan dan FoMO (takut ketinggalan sesuatu), serta kecenderungannya dalam menanggapi isu, informasi, dan tren yang sedang ramai diperbincangkan. Tindak tutur ilokusi juga dapat dipengaruhi oleh media sosial, dan penggunaan media sosial dapat mendorong masyarakat untuk melakukan tindak tutur ilokusi untuk menarik perhatian orang lain Dari beberapa literatur disiplin ilmu Psikologi menurut Baker (2016) dalam jurnal Translational Issues in Psychological Science menunjukkan hasil yang positif dari FoMO terkait waktu yang dihabiskan di media sosial.

Menurut data survei Hootsuite We Are Social secara global 4,5 miliar orang pengguna internet, hingga rata-rata masyarakat di Indonesia bisa menghabiskan waktu selama 3 jam 26 menit setiap harinya dalam mengakses media sosial. Masalah perilaku dalam penggunaan media sosial disebut kecanduan media sosial. Media sosial menjadi faktor yang berkontribusi besar terhadap sensasi FoMO yang menjadi gaya hidup milenial.

JWT intelligence (2012) melakukan penelitian bahwa sebanyak 40% pengguna internet di dunia mengalami FoMO. Tujuh item skala kesehatan keuangan yang valid memiliki reliabilitas () sebesar 0,668, sedangkan tujuh item skala FoMO yang valid memiliki reliabilitas () sebesar 0,775. Persamaan regresi hasil penelitian disajikan sebagai Y = 39,220 -0,572 X. Mengingat nilai signifikansi (p) sebesar 0,000 atau kurang dari 0,05 maka hipotesis diterima. Dengan kata lain, kesehatan finansial sangat dirugikan oleh rasa takut akan kehilangan di media sosial. 48,3% kesejahteraan finansial disebabkan oleh media sosial FoMO.

Fear of Missing Out (FoMO)

Fear of Missing Out (FoMO) disebut penyakit sosial, mayoritas yang mengalami syndrome adalah remaja. Fear of Missing Out (FoMO), yang berdampak pada kesehatan psikologis masyarakat. Rasa takut ketinggalan suatu peristiwa atau pengalaman populer dikenal sebagai syndrome "Fear of Missing Out" (FoMO), yang mencirikan efek psikologis dan perilaku dari ketakutan tersebut. Tekanan psikologis dan keinginan untuk menjaga hubungan sosial akan datang dari fenomena FoMO. Anak-anak yang sering mengalami FoMO, atau panik membeli/menjual ketika mengetahui adanya diskon di suatu acara, dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan finansial mereka, serta lebih rentan terhadap penipuan dan manipulasi. Mereka mungkin juga kurang menghargai nilai suatu barang, menyesal, kecewa, dan terganggunya hubungan sosial.

FoMO ialah seseorang yang takut kalah dalam peristiwa penting dibandingkan individu atau organisasi lain melalui media. Oleh karena itu, ketika seseorang tidak memeriksa akun media sosialnya atau tidak melihat apa yang diposting orang lain, dia menjadi jengkel, gugup, dan khawatir. FoMO memaksa pengguna untuk menggunakan media sosial untuk menyaksikan kemajuan dalam kehidupan online. Ada pula yang melakukannya di dunia maya atau online. Orang mempunyai potensi untuk memberi informasi kepada orang lain melalui media tentang perilaku yang dihasilkan dari pandangan pribadinya dan ketika orang lain menyaksikan emosi yang muncul. Mereka juga menyebutkan bahwa kaum muda di awal usia remaja merupakan mayoritas korban FoMO. Bahwa ketakutan akan kehilangan aset berharga (FoMO) merupakan permasalahan. Mereka takut tidak akan pernah bisa tinggal di satu tempat dan selalu tidak sadar akan waktu dan kejadian baru.

Hal ini juga menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya penggunaan media sosial, yang berdampak pada kesehatan mental. Dampak negatif penggunaan media sosial antara lain kekhawatiran, ketegangan, rendah diri, dan pikiran untuk bunuh diri, yang semuanya dapat berdampak buruk pada kesehatan mental Ketergantungan yang tidak sehat terhadap media sosial dapat mengakibatkan perilaku kompulsif yang diartikan sebagai tindakan yang sulit dikendalikan dan dilakukan berulang-ulang. Perubahan pertumbuhan ini mencakup komponen psikologis, emosional, dan fisik. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa peralihan atau perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Ini melibatkan perubahan sosial, psikologis, dan biologis. Remaja dengan syndrome FoMO dapat diobati secara non-farmakologis dan menggunakan pengobatan komplementer dan alternatif, sehingga memungkinkan mereka untuk mengelola sendiri dan mengatasi gejalanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun