pajak yang menghindari pajak bahkan tidak menaati aturan tersebut. Beberapa subjek pajak menghindari pajak dengan menyembunyikan kekayaannya atau melarikan asetnya dari Indonesia ke negara dengan tarif pajak yang kecil atau dikenal dengan tax haven. Negara tax haven adalah negara yang memiliki peraturan perpajakan yang relatif lebih longgar, sehingga menarik bagi wajib pajak untuk mengurangi kewajiban perpajakannya.
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada tahun 2023, Pajak mengkontribusikan sekitar Rp1.716,8 miliar atau 65,37% dari postur APBN (Kemenkeu, 2023). Dalam pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disebutkan bahwa "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatu dengan undang-undang." Unfang-undang ini berimplikasi bahwa setiap pungutan yang diambil oleh pemerintah berdasarkan aturan sesuiMeskipun telah terdapat dasar hukum yang kuat, namun masih terdapat beberapa wajibKeadaan ini menyebabkan hilangnya potensi penerimaan pajak, sehingga Indonesia kehilangan kesempatan tambahan pendapatan dan dapat berimplikasi pada penurunan belanja negara, yang berarti menghambat pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, ini bukanlah situasi yang baik. Namun, hal ini permasalahan penghindaran pajak ini sulit diatur karena tidak secara tegas melawan hukum.
Pemerintah mencoba mencari solusi yang dapat secara efektif mengatas masalah ini. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai unit eselon I di Kementerian Keuangan membuat program insentif yang berkaitan dengan "Pengampunan Pajak" atau "Tax Amnesty". DJP memberikan kesempatan atau pengampunan pada subjek pajak yang tidak patuh membayar pajak dengan kriteria tertentu. Hingga saat ini, Kementerian Keuangan telah menangani sebanyak 5 kali amnesti pajak. Berikut ikhtisar singkat dari program tersebut:
1. Tax Amnesty 1964
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1964. Tax Amnesty pertama kali diselenggarakan dalam rangka penggalangan Program Pembangunan Semesta Berencana Nasional. Latar belakang dari program ini adalah rendahnya penerimaan pajak akibat tingginya tarif pajak dan peningkatan inflasi serta sistem perpajakan yang rumit. Penulis tidak menemukan data publikasi yang jelas, namun berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1966, realisasi sementaranya adalah Rp121.562.638.000. Dengan catatan, peserta Tax Amnesty memperoleh jaminan Amnesti Penyidikan (Investigation Amnesty), artinya laporan wajib pajak tersebut tidak dijadikan dasar penyidikan dan penuntutan pidana dalam bentuk apapun terhadap Wajib Pajak.
2. Tax Amnesty 1984
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1984. Pemerintah mengalami kesulitan akibat penurunan harga dan kuantitas minyak dan gas bumi, padahal komponen tersebut menyumbang 70% penerimaan negara. Tax Amnesty yang kedua muncul karena adanya reformasi perpajakan pada tahun 1982 yang mengubah sistem perpajakan dari Official Assessment menjadi Self Assessment. Hasil dari program ini adalah 182.114 wajib pajak orang pribadi diterima Rp45,6 miliar dan 22.748 wajib pajak badan diterima Rp22,2 Miliar. Namun program ini masih dinilai kurang efektif karena memiliki prosedur dan perhitungan yang rumit.
3. Sunset Policy 2008
Sunset Policy dijadwalkan mulai tanggal 1 Januari 2008 sapmpai dengan 31 Desember 2008. Namun karena efektfitas dan antusiasme masyarakat yang tinggi. Batas waktu Sunset Policy diperpanjang hingga tanggal 28 Februari 2008. Sunset Policy didasarkan pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2008. Berbeda dengan tax amnesty sebelumnya, Sunset Policy hanya mengampuni denda dan bunga administrasi tanpa menghapus kewajiban perpajakan. Sunset policy muncul pasca modernisasi perpajakan namun wajib Pajak masih belum memiliki kewajiban. Pada saat yang sama pula, terjadi krisis keuangan global 2008. Sunset policy menjadi saah satu penyebab realiasi target penerimaan yang terlampaui, yaitu sebesar Rp 571 miliar (106,7% dari target) dan memperoleh 5,6 juta Wajib Pajak Baru.
4. Tax Amnesty 2016
Didasarkan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dan dijelaskan praktik pelaksanaannya dalam PER-11/PJ/2016. Tax Amnesty 2016 memiliki tujuan untuk melakukan repatriasi dan mendapatkan investasi. Terdapat beberapa kendala, seperti tidak seluruh aset yang akan direpatriasi merupakan dana cair (liquid) dan memerlukan waktu lebih, kemudian beberapa negara yang memblokir repatriasi dengan dalih Potensi Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun, Direktorat Jenderal Pajak telah menyatakan bahawa aset tersebut bukan untuk Pencucian Uang karena merupakan dana yang sah sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016. Tax Amnesty tahun 2016 berakhir pada 31 Maret 2017 dan menghasilkan Rp 130 miliar, dengan deklarasi aset sebesar Rp4.813,4miliar; dan repatriasi sebesar Rp 146 miliar.
5. Tax Amnesty 2022, "Program Pengungkapan Sukarela (PPS)"
Harmonisasi Peraturan Perpajakan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, menjadi salah satu dasar hukum atas Program Pengungkapan Sukarela memiliki 2 kategori dengan kebijakan yang berbeda pula. Kategori 1 adalah bagi Wajib Pajak yang pernah mengikuti amnesti pajak sebelumnya dan tidak melaporkan seluruh hartanya. Kategori 2 adalah bagi Wajib Pajak yang memiliki harta yang belum dilaporkan pada tahun 2020. Program Tax Amnesty, PPS berhasil menghimpun 247,918 Wajib Pajak dengan 308.059 sertifikat, dan total pajak penghasilan Rp61,01 miliar. Pelaporan dan Pengungkapan Rp512,58 miliar dari Deklarasi Nasional dan Repatriasi; Rp59,91 miliar dari Deklarasi Internasional; Nilai Aktiva Bersih Rp594,82 miliar; dan Investasi sebesar Rp22,34 miliar.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap amnesti pajak mempunyai tujuan dan latar belakangnya masing-masing. Kementerian Keuangan pastinya telah menilai mengapa kebijakan ini harus muncul. Pada konferensi pers 1 Juli 2022, Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani mengatakan "Program Amnesti Pajak tidak akan kita jalankan lagi, data ini akan menjadi landasan bagi upaya penegakan dan penegakan hukum yang konsisten bagi seluruh wajib pajak". Hal ini juga mempertimbangkan aspek keadilan bagi wajib pajak yang selalu patuh membayar tepat waktu. Hal ini karena beberapa ahli memberikan kritik terhadap Tax Amnesti bahwa program ini akan mendorong masyarakat untuk menunda pajaknya dengan berpikir bahwa kedepannya akan diadakan Tax Amnesty lagi.
Kesimpulannya, sebagai warga yang baik seharusnya tetap patuh dalam pembayaran dan pelaporan perpajakan karena bagaimanapun pajak digunakan untuk pertumbuhan dan kemajuan ekonomi Indonesia. Pajak Kita, Untuk Kita.
Referensi
1. Direktorat Jenderal Pajak. https://www.pajak.go.id/id/amnesti-pajak-10Â