Perkembangan teknologi, pada akhirnya seperti kepingan mata uang. Selalu ada dua sisi yang menyertainya yakni manfaat dan dampak. Meluasnya jaringan internet, kian berkembangnya teknologi informasi, dan masifnya penggunaan media sosial, memberi manfaat terhadap peluang bisnis, pendidikan terjangkau berbasis digital, pengetahuan dan keterampilan yang dapat dipelajari secara otodidak, dsb. Di saat yang sama, dampak yang ditimbulkan salah satunya adalah bentuk-bentuk baru kekerasan seksual. Kekerasan seksual secara online terjadi dalam banyak bentuk, mulai dari pelecehan verbal, pengiriman foto atau video yang tak senonoh tanpa izin, hingga grooming (pendekatan yang berujung pada eksploitasi seksual). Semakin banyaknya orang yang beraktivitas di dunia maya membuka peluang terjadinya kekerasan ini.
Digulati selama bertahun-tahun, kekerasan seksual masih menjadi pergumulan bangsa Indonesia hingga kini. Saat ini, menurut siaran pers Komnas Perempuan tentang Catatan Tahunan (CATAHU) 2022, tercatat sebanyak 338.496 kasus kekerasan seksual yang telah diadukan pada tahun 2021. Menurut data CATAHU 2021 Komnas Perempuan, dalam kurun 10 tahun terakhir (2010-2020), angka kekerasan seksual terhadap perempuan banyak mengalami peningkatan, mulai dari 105.103 kasus pada tahun 2010 hingga mencapai 299.911 kasus pada tahun 2020 atau rata-rata kenaikan 19,6% per tahunnya. Hanya pada tahun 2015 dan 2019, angka tersebut mengalami sedikit penurunan, yaitu masing-masing sebanyak 10,7% dan 22,5% kasus.
Perilaku kekerasan seksual dengan berbagai bentuknya semakin marak terjadi, baik pada tingkat domestik, lokal, nasional, regional, maupun dunia. Kekerasam seksual merupakan problem perilaku dan Kekerasan seksual adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang merusak martabat korban secara fisik, emosional, dan sosial. Dalam tiga tahun terakhir, isu ini semakin menjadi perhatian, baik di Indonesia maupun dunia. Berbagai teori psikologi dapat digunakan untuk menganalisis fenomena ini, termasuk teori perilaku, psikologi sosial, dan psikologi trauma. Dengan menggunakan pendekatan-pendekatan ini, kita dapat memahami penyebab, dampak, dan cara penanganan kekerasan seksual secara lebih komprehensif.
Contoh-contoh perilaku kekerasan seksual yang prevalensinya semakin meningkat antara lain adalah: pemerkosaan laki-laki pada perempuan, sodomi, pelecehan seksual secara verbal untuk berbagai tingkat perkembangan usia (anak, remaja, dewasa, dan manula). Perilaku kekerasan seksual, khususnya pemerkosaan terhadap perempuan, adalah masalah yang serius dalam suatu komunitas (Campbell & Wasco, 2005). Agar perilaku kekerasan seksual dapat direduksi atau dikurangi maka prevensi psikologi sosial terkait dengan kemungkinan terjadinya perilaku kekerasan seksual dalam suatu komunitas menjadi diperlukan.
Dalam teori pembelajaran psikologi sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura, menyoroti bagaimana perilaku manusia dipengaruhi oleh proses observasi, imitasi, dan penguatan. Dalam konteks kekerasan seksual, pelaku sering kali dipengaruhi oleh model perilaku yang mereka amati di lingkungan sekitar. Studi terbaru oleh Brown et al. (2022) menunjukkan bahwa eksposur terhadap media yang mengglorifikasi kekerasan seksual dapat memperkuat perilaku pelaku. Selain itu, lingkungan sosial yang permisif terhadap pelecehan seksual, seperti budaya patriarki, dapat berperan dalam membentuk perilaku ini. Misalnya, seseorang yang tumbuh di lingkungan keluarga atau komunitas yang tidak menghukum tindakan pelecehan seksual mungkin menginternalisasi perilaku tersebut sebagai sesuatu yang normal. Ketika perilaku ini diperkuat oleh kurangnya sanksi sosial atau hukum, pelaku cenderung mengulanginya. Oleh karena itu, intervensi berbasis pendidikan dan perubahan norma sosial menjadi penting untuk mencegah perilaku ini.
Dalam teori psikologi trauma menekankan bahwa kekerasan seksual memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan mental korban. Dalam tiga tahun terakhir, penelitian oleh van der Kolk (2022) mengungkapkan bahwa trauma akibat kekerasan seksual dapat mengubah struktur dan fungsi otak, khususnya di area yang berkaitan dengan pengolahan emosi dan memori. Gangguan stres pascatrauma (PTSD), kecemasan, dan depresi adalah beberapa dampak umum yang dialami korban. Selain itu, korban sering kali menghadapi stigma sosial yang memperparah trauma mereka. Intervensi berbasis trauma, seperti EMDR (Eye Movement Desensitization and Reprocessing) dan terapi kognitif berbasis trauma, telah terbukti efektif dalam membantu korban memproses pengalaman traumatis mereka. Dukungan dari keluarga dan komunitas juga berperan penting dalam pemulihan korban.
Teori kognitif perilaku menjelaskan bahwa distorsi kognitif dapat memengaruhi tindakan pelaku dan reaksi korban. Pelaku kekerasan seksual sering kali membenarkan tindakan mereka dengan keyakinan irasional, seperti "korban memprovokasi" atau "ini bukan masalah besar." Studi oleh Taylor dan Adams (2023) menunjukkan bahwa program rehabilitasi yang berfokus pada mengubah pola pikir disfungsional ini dapat mengurangi kemungkinan pelaku mengulangi tindakan mereka. Di sisi lain, teori ini juga relevan dalam membantu korban mengatasi trauma. Korban sering kali memiliki pikiran negatif tentang diri mereka sendiri, seperti merasa bersalah atau malu atas kejadian yang menimpa mereka. Terapi kognitif-perilaku dapat membantu korban menggantikan pikiran negatif ini dengan pola pikir yang lebih adaptif dan positif.
Kesimpulan
Kekerasan seksual adalah masalah multidimensi yang membutuhkan pendekatan holistik untuk memahaminya. Dengan menggunakan berbagai teori psikologi, kita dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi perilaku pelaku, dampak pada korban, dan peran lingkungan sosial dalam memperkuat atau mencegah kekerasan ini. Dalam tiga tahun terakhir, kemajuan dalam penelitian psikologi telah memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang kekerasan seksual dan membuka jalan bagi intervensi yang lebih efektif. Melalui edukasi, perubahan norma sosial, dan dukungan berbasis trauma, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih aman dan berkeadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Lestari, S., & Susanti, E. (2020). Kekerasan Seksual di Kampus: Analisis Perspektif Psikologi. Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada.