Mohon tunggu...
AB. Silvianto
AB. Silvianto Mohon Tunggu... -

Pemerhati Keuangan Daerah & Perencana Wilayah (Regional Planner)

Selanjutnya

Tutup

Money

Anggaran Bukan Plafon Belanja & Akuntabilitas

20 November 2009   03:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:16 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Anggaran bukan momok pelaksanaan keuangan daerah. Belanja yang melebihi anggaran juga bukan sarana untuk geser-geser mata anggaran yang masih dibawah plafon. Akibatnya akuntabilitas akun-akun dalam laporan keuangan pun menjadi simpang siur.

Anggaran adalah rencana. Rencana merupakan hasil kesepakatan eksekutif dan legislatif. Jika rencana pertama tidak sesuai harapan maka dilakukan perubahan. Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota (Daerah) sering menyebutnya perubahan APBD. Karena anggaran adalah kesepakatan maka eksekutif harus menjadikan anggaran sebagai acuan kerja. Contohnya, anggaran belanja harus menjadi acuan dalam melaksanakan kegiatan pengadaan barang jasa. Apabila kebetulan harga barang/jasa lebih rendah dari anggarannya maka itu hal yang lumrah. Tapi bila harga suatu belanja mengalami lonjakan lebih tinggi dari anggarannya, apakah belanja tidak jadi terlaksana? Jika demikian, silakan hidup di negara ceteris paribus.

Artinya, segala faktor yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran dianggap tetap dan tidak berubah. Maka jangan lagi baca koran tentang inflasi, krisis ekonomi, nilai tukar dolar, atau ruislag tiket. Di negara ceteris paribus pelaksanaan belanja perjalanan dinas cukup menggunakan metode lumpsum. Sehingga seorang kepala daerah yang melakukan perjalanan dinas dalam satu pulau bisa jadi tiba di tempat tujuan lebih dahulu namun belum bisa menuju tempat acara karena masih menunggu supir dan ajudannya yang baru tiba 24 jam kemudian.

APBD tanpa perubahan

Perubahan atau rencana B adalah hal wajar dalam pelaksanaan anggaran. Justru inilah tolok ukur kepiawaian penyusun anggaran. Indikatornya mudah saja, apabila APBD dapat dilaksanakan tanpa perubahan maka sungguh piawai para penyusunnya dalam memprediksi kejadian selama satu periode.

Praktiknya, perubahan seakan-akan sebuah kewajiban. Sepertinya kurang afdol bila APBD tanpa perubahan. Bahkan perubahan APBD sudah dirancang bersamaan dengan penyusunan APBD-nya. Dipandang dari sisi efisiensi, perubahan merupakan biaya tanpa nilai tambah. Perubahan juga hanya membuang waktu untuk membahas rencana yang sebenarnya sudah direncanakan dengan matang.

Rencana tidak berdiri sendiri per periode. Dalam perencanaan daerah ada perencanaan jangka panjang dan jangka pendek. Ada rencana 25 tahun, 5 tahunan, dan tahunan. Rencana 5 tahunan merupakan rincian rencana 25 tahunan. Sama halnya dengan rencana tahunan yang merupakan rincian dari rencana 5 tahunan. Rencana 5 tahun merupakan program kerja kepala daerah yang dijabarkan dalam rencana tahunan (APBD). Artinya, setiap kepala daerah seharusnya sudah menyusun program selama 5 tahun beserta indikator yang dapat diukur. Sehingga tidak perlu lagi eksekutif dan legislatif bertarung setiap tahun. Toh indikator sebagai alat pantau pelaksanaan anggaran telah disepakati untuk 5 tahun. Kecuali ada force majeur yang menyebabkan berubahnya indikator atau keinginan masyarakat sehingga perlu dilakukan perubahan rencana. Ringkasnya, perlu re-mindset untuk memudahkan pelaksanaan anggaran daerah. Lebih jelasnya, re-mindset kesepakatan.

APBD merupakan perwujudan teknis akhir dari sebuah kesepakatan. Anggaran yang sekedar angka tanpa pedoman pergerakan hanyalah sebuah benda mati. Anggaran sebagai sebuah kesepakatan harus dilengkapi dengan metode dan batasan pergerakannya. Batasan-batasan tersebut akan memudahkan pembahasan perubahan-perubahan anggaran apabila diperlukan.

Belanja > Anggaran ≠ Akuntabilitas

Mindset perubahan berdampak pada berbagai sisi pelaksanaan anggaran. Pelaksana tidak perlu takut mengeluarkan uang walaupun realisasi belanja akan melebihi anggarannya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama kelebihan tersebut dalam batas yang disepakati. Bisa juga ukuran kelebihan anggaran diimbangi dari sisi indikator kegiatan. Selama barang yang dibeli dapat dibuktikan keberadaannya, dan indikator keberhasilan kegiatan dapat dipertanggungjawabkan, maka tidak perlu lagi rapat perubahan anggaran.

Tidak berbeda dengan akuntabilitas anggaran. Tidak perlu membuang tenaga dan pikiran untuk mengalihkan kelebihan anggaran ke pos anggaran yang masih kosong. Tidak perlu lagi menggunakan pos anggaran tak terduga hanya untuk melakukan transit sebelum dilakukan perubahan anggaran. Tidak perlu lagi ada belanja barang yang dicatat dalam belanja perjalanan dinas, hanya karena belanja barang telah melebihi plafon sedangkan belanja perjalanan dinas masih cukup untuk disesaki pos anggaran lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun