Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi dari satu pihak ke pihak lain agar pesan yang dimaksud dapat dipahami. Komunikasi dapat bersifat verbal atau nonverbal. Menurut para ahli, komunikasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang memungkinkan seseorang menyampaikan rangsangan atau simbol-simbol verbal guna mengubah perilaku orang lain. Everett M. Rogers dan Lawrence Kincaid, dalam bukunya Communication Networks: Toward a New Paradigm of Research (1981), mendefinisikan komunikasi sebagai proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau berbagi informasi satu sama lain. yang mengarah pada saling pengertian yang mendalam. Menurut J.A Devito mengatakan komunikasi adalah tindakan orang atau lebih mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan yang terjadi pada situasi tertentu, dan ada kemungkinan saling berpapasan kembali.
Orang tua bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya agar dapat mengembangkan dirinya seutuhnya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan biologis dan psikologis seperti perasaan aman, dicintai dan dipahami sebagai seorang anak agar anak dapat tumbuh dan berkembang ke arah yang harmonis. Namun dalam kehidupan sehari-hari, seringkali terjadi kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak sehingga membuat anak sulit merasa aman. Anak juga akan merasa sulit untuk bersosialisai kepada dunia luar sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya sikap sosial anak.
Perkembangan adalah suatu perubahan yang terus menerus dan bertahap pada suatu organisme sejak lahir sampai mati, serta perubahan bentuk dan integrasi bagian fisik menjadi bagian fungsional (Caplin, 2009 dalam Desmita, 2010). Pemahaman tentang perkembangan ini juga diungkapkan dalam buku Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja karya Yusuf (2005). menjelaskan bahwa perkembangan adalah perubahan yang dialami individu atau organisme menuju suatu tingkat atau derajat kematangan, yang terjadi secara fisik dan psikis secara sistematis, bertahap, dan berkelanjutan.
Syams Yusuf dalam Hamdani (2007) menyatakan bahwa perkembangan sosial adalah tercapainya kematangan dalam hubungan sosial. perkembangan sosial juga dapat diartikan sebagai proses belajar beradaptasi dengan norma, moral, dan tradisi kelompok, membentuk solidaritas, saling berkomunikasi, dan bekerja sama. Ketika manusia dilahirkan, mereka belum bersosialisasi. Artinya manusia belum mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain. Keterampilan sosial anak diperoleh melalui berbagai kesempatan dan pengalaman dalam berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya.
semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak, keinginan itulah yang melahirkan pola asuh yang diberikan oleh orang tua terhadap anak - anaknya. menurut (Diana Baumrind 1967) hakikatnya parental control adalah bagaimana cara orang tua mengatur, mendampingi dan membina anak anaknya untuk melakukan tugas tugas perkembangan mereka menuju proses pendewasaan. Berikut 3 bentuk pola asuh, yaitu:
- Otoriter
Orang tua dengan pola asuh seperti ini biasanya cenderung membatasi atau menghukum anaknya. Mereka secara otoriter menuntut anak-anak mereka untuk mematuhi dan menghormati perintah. Orang tua dengan pola ini sangat ketat dalam memberikan batasan dan kendali yang jelas kepada anak, dan komunikasi verbal mereka juga cukup berat sebelah. Orang tua otoriter umumnya memandang anak mereka sebagai objek yang harus dibentuk oleh orang tua yang mereka rasa "paling tahu" apa yang terbaik bagi anak.
- Demokratis
Pola asuh otoritatif memang positif dan mendorong kemandirian pada anak, namun orang tua tetap memberikan batasan dan kontrol terhadap perilaku anak. Orang tua seperti itu memberi anak mereka kebebasan memilih dan bertindak, dan hubungan mereka dengan anak menjadi lebih hangat. Dalam pola ini, komunikasi terjadi dua arah dan orang tua memberikan perhatian dan suportif. Anak-anak yang dibesarkan dengan pola ini tampak lebih dewasa, mandiri, lebih bahagia, lebih terkendali, lebih berorientasi pada prestasi, dan mampu mengatasi stres dengan lebih baik.
- Permisif
Orang tua yang membesarkan anak dengan cara seperti ini tidak pernah berperan dalam kehidupan anaknya. Anak diberikan kebebasan untuk berbuat sesukanya tanpa pengawasan orang tua. Orang tua cenderung tidak menegur atau memperingatkan dengan sedikit bimbingan, itulah sebabnya pola ini sering digemari anak (Petranto, 2005). Orang tua dengan pola asuh seperti ini tidak mempertimbangkan perkembangan anaknya secara keseluruhan. Â Anak yang dibesarkan dengan pola ini cenderung melakukan kejahatan karena tidak memiliki kendali atas perilakunya, belum dewasa, memiliki harga diri yang rendah, dan terisolasi dari keluarga.
Sebagai makhluk sosial, anak memerlukan tiga proses sosialisasi agar bisa berintegrasi ke dalam kehidupan sosial. Ketiga proses sosialisasi tersebut saling berkaitan. Ada tiga proses sosialisasi yang dapat digambarkan sebagai berikut.
- 1. Pelajari perilaku yang dapat diterima secara sosial.
Setiap kelompok sosial (masyarakat) mempunyai standar dan norma yang ditaati oleh para anggotanya dalam berperilaku agar dapat diterima oleh orang lain.
Menjadi anggota masyarakat ini tidak hanya menuntut perilaku yang dapat diterima, tetapi juga menyesuaikan segala tindakan Anda dengan aturan-aturan yang ada dalam masyarakat ini.
- 2. Belajar memainkan peran-peran sosial yang ada dalam masyarakat .