Inovasi Kami Untuk Bumi : Pengembangan BOLATIC (Biodegradable Eco Plastic) Limbah Tempe dan Minyak Jelantah Berbasis Zero Waste.
========================================================================================
“Heal The World Make It A Better Place For You and For Me and The Entire Human Race”
Michael Jackson – Heal The World
========================================================================================
Pemanasan Global
Indonesia sedang bergelut dengan kemarau panjang pada tahun 2024. Bulan November yang seharusnya sudah memasuki musim penghujan pun masih kerap terasa panas dan kering di sebagian besar wilayah. Hanya 27% daerah di Indonesia yang sudah memasuki musim penghujan. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada dasarian II bulan November tahun 2024 rata-rata suhu maksimum di Indonesia masih mencapai 30-35oC. Hal ini merupakan dampak dari pemanasan global yang sudah dirasakan di berbagai wilayah termasuk Indonesia.
Pemanasan global menjadi isu lingkungan yang semakin mengkhawatirkan. Peningkatan suhu rata-rata di permukaan bumi ini disebabkan oleh meningkatnya emisi gas rumah kaca. Emisi gas rumah kaca dihasilkan oleh aktivitas manusia yang beragam. Khususnya aktivitas pembakaran. Baik pembakaran bahan bakar fosil maupun pembakaran limbah padat dan organik.
Limbah Plastik Menggiring Bumi Melewati Batas Aman
Indonesia menempati urutan kedua penyumbang sampah plastik terbesar di dunia menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS). Menurut data yang diambil dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia pada tahun 2022, timbunan sampah di Indonesia mencapai angka 19,588,922.83 ton per hari dan 18,2% dari angka tersebut di tempati oleh sampah plastik (Kehutanan et al., 2022). Data di atas menunjukkan bahwa plastik merupakan penyumbang timbunan sampah kedua terbesar di Indonesia. Sampah plastik menyebabkan banyak problematika yang negatif pada bumi. Salah satunya menjadi penyebab meningkatnya suhu rata-rata di permukaan bumi baik secara aktif maupun pasif.
Plastik sintetis yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari terbuat dari batu bara, gas alam maupun minyak bumi. Proses pengolahan plastik sintetis memerlukan energi yang cukup besar karena melibatkan penguraian molekul hidrokarbon terhadap bahan baku yang berasal dari fosil. Dari seluruh rangkaian pembuatan plastik sintetis dapat melepaskan gas-gas yang menghasilkan emisi gas rumah kaca. Selain itu, plastik sintetis dengan polimer penyusun berbahan baku fosil juga sulit terurai di alam. Butuh waktu 10 hingga 10000 tahun untuk dapat menguraikan plastik di alam. Hal ini mengakibatkan terjadinya penumpukan sampah plastik yang tidak terolah dengan baik sementara setiap hari jumlahnya semakin bertambah.