Â
Oleh. Silvia Jultikasari Febrian
Aku , Rini, seorang wanita muda dengan mata cokelat yang penuh dengan kegundahan dan rambut hitam panjang, berjalan sendirian di sepanjang jalan menuju rumahku. Langit yang gelap dan mendung seolah-olah menggambarkan perasaanku yang gelap. Setiap langkah yang aku ambil terasa berat, seolah-olah aku memikul beban yang tak terbatas. Aku bertemu dengan seorang pria tua dengan janggut putih dan topi tua yang tampak kumal di pinggir jalan saat pulang. Aku ingin tahu dan menghampirinya.
"Pak, apakah ada yang bisa saya bantu?" tanyaku ramah.
Dengan senyuman lembut di wajahnya, pria tua itu menoleh padaku. Ah, Rini, seorang remaja yang banyak pertanyaan. Bisakah saya duduk sebentar di sini?"
Memberikan tempat untuknya, aku mengangguk. "Rini, pernahkah kau melihat pelangi di ujung jalan?" tanya pria tua itu.
"Pelangi di ujung jalan?" aku  bertanya dengan bingung.
"Iya, pelangi yang terlihat begitu dekat, tapi kita tak pernah bisa raihnya," katanya dengan nada yang aneh.
"Apa yang Anda maksud, Pak?" Aku bertanya dengan heran kepada pria tua itu.
"Kehidupan adalah tentang perjalanan, Rini," tersenyum pria tua itu. Terkadang, kita ingin mencapai sesuatu yang indah, seperti melihat pelangi di ujung jalan. Namun, tidak selalu impian kita terwujud seperti yang kita harapkan. Namun, tahukah Anda? Perjalanan adalah kunci kecantikan.
 Hatiku terluka oleh pernyataan pria tua itu. Aku terdiam sejenak dan mempertimbangkan apa yang dia katakan. Mungkin karena selama ini aku  terlalu terkonsentrasi pada tujuan yang ingin saya capai sehingga lupa menikmati setiap langkah yang saya ambil.