Mohon tunggu...
Silvia Intan saravina
Silvia Intan saravina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Epistemologi Nalar Bayani dalam Filsafat Pendidikan Islam

6 Oktober 2024   00:00 Diperbarui: 6 Oktober 2024   00:03 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam perkembangan peradaban ummat islam, ilmu pengetahuan mempunyai peranan utama bagi kemajuan peradaban ummat manusia. Pembahasan ilmu tidak lepas dari epistimologi ilmu, efistimologi adalah studi filosofis tentang asal usul struktur yakni menjelaskan tentang apa yang dikatakan kebenaran dan kriteria serta cara dapat membantu mencapai kebenaran itu. Filsafat ilmu merupakan kajian yang fundamental dikarenakan berkaitan dengan aspek kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar, yaitu ilmu pengetahuan. Epistimologi nalar bayan menekankan pemikiran rasional dan logis sebagai sumber penegtahuan, sementara sedangkan epistimologi burhani lebih menyoroti pentingnya bukti empiris atau pengalaman dalam membangun pengetahuan yang sah. 

Metode Bayani adalah metode yang menggunakan teks untuk mengumpulkan ilmu pengetahuan Fenomena yang terjadi di dunia dicari dalam teks dan diprioritaskan dalam pencarian kebenaran. Amin Abdullah berpendapat bahwa Bayani merupakan metode berpikir berlandaskan pada teks. Teks suci yang memiliki kekuatan penuh untuk memberi arah dan makna pada kebenaran Fungsi akal hanya untuk menjaga makna yang terdapat di dalamnya, dan bisa dibedakan dengan mempelajari hubungan antara makna dan pengucapan. Peran akal sebagai pengatur kesenangan, pembenaran dan penegasan kebenaran.Namun, pada wilayah konotasi teoritis konseptual, al-Bayan sebagai sistem epistemologi mencakup tiga pasangan konsep dasar: lafal-makna, asl-far' dan substansi-aksidensi. Dua pasangan konsep pertama dan kedua mencakup aspek metodologis, sedangkan pasangan konsep yang ketiga mencakup aspek pandangan dunia.

Menurut Imam As-Syafi'I terdapat tiga asas epistemologi bayani yaitu Al-Qur'an, AsSunnah dan Al-Qiyas. Lalu beliau juga mendasarkan kepada satu asas lagi yakni al-Ijma (Hasyim 2018). Secara epistimologi Bayani yaitu epistemologi yang mencakup disiplin ilmu yang bersumber dari bahasa Arab (yaitu Nahwu, Fiqh dan Ushul Fiqh, Kalam danBalaghah). Dalam epistemologi Islam, Bayani adalah cara berpikir khas Arab, baik secara langsung maupun tidak langsung menekankan otoritas teks dan dibenarkan oleh nalar linguistik yang dieksplorasi melalui penalaran (istidlal) (Soleh 2017), dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan lughawiyah (Hasyim 2018). Dengan perpaduan disiplin ilmu-ilmu tersebut, maka lmu yang diperoleh melalui metode bayani tersebut akan lebih sempurna (F. R. Rangkuti 2019). Al-Jabiri berpendapat bahwa pola epistimologi bayani menurut sejarah merupakan sistem epistimologi perdana muncul dalam pemikiran Arab.Menurut teori atomisme, atomatom (al-Jauhar al-Fard) seluruhnya sama dari segi sisi, sehingga tidak mungkin sebahagian atom mempengaruhi hanya terjadi pada dua hal yang berbeda, di mana yang mempengaruhi harus lebih kuat atau dominasinya lebih banyak daripada yang dipengaruhi. Pandangan ini tidak berlaku bagi atom-atom, sebab menurut teori atomisme atom-atom tersebut sama dan serupa; tidak terdapat perbedaan dan saling mendominasi. Ini dari satu sisi. Sementara dari sisi lain, atom-atom yang secara bersama-sama membentuk benda, masing-masing tetap terpisah dan independen.

Bayani sebagai pandangan dunia pada awalnya berlandaskan pada gambaran al-Qur'an tentang hubungan antara Allah, alam dan manusia. Menurut pandangan al-Qur'an, hubungan Tuhan, manusia, dan alam adalah hubungan yang sama sekali terpisah; dalam arti kata bahwa antara Tuhan-manusia-alam tidak ada media perantara. Jadi pada awalnya dia murni merupakan pandangan agama. Akan tetapi tatkala para ahli bayani, terutama para ahli kalam berhadapan dengan musuh mereka para pemeluk agama terdahulu, seperti penganut Manu misalnya pandangan tersebut mengalami pergeseran dari daratan epistemologis ke metafisis. Pergeseran tersebut memperoleh bentuk yang semakin nyata, sekaligus membuat pandangan dunia bayani menjadi semakin kompleks, setelah Abu al-Khudzay al-'Allaf mengembangan teori atomisme sebagai landasan konseptual dalam menganalisa persoalan-persoalan teologi. Teori atomisme kemudian berkembang menjadi basis pandangan dunia Bayani. Pengembangan teori atomisme sebagai landasan fundamental pandangan Bayani bertolak dari tiga postulat utama: tak ada wujud tanpa substansi dan aksidensi, substansi tak terpisah dari aksidensi, dan aksidensi selalu berubah.

Pembahasan ini difokuskan pada dua persoalan di atas dengan dibatasi pada masalah hubungan antar realitas dan konsep akal dalam perspektif Bayani, kemudian diikuti dengan analisis al-Jabiri terhadap latar belakang dan konsekuensi dari prinsip dasar yang melandasi pandangan dunia Bayani. Hubungan antara segala sesuatu membawa konsekuensi pada problem kausalitas. Unsur pokok dari persoalan kausalitas berkaitan dengan persoalan konsep ruang dan waktu. Konsep ruang dalam pandangan bayani bersifat konkrit. Ruang selamanya dipahami tak terpisah dari sesuatu yang menempatinya. 

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa dalam pandangan dunia bayani segala sesuatu bersifat atomis dan saling terpisah. Pandangan atomistik ini berimplikasi pada segala aspek, termasuk pada persoalanpersoalan metodologi pemikiran. Salah satu bentuk implikasi metodologis dari teori ini adalah kelemahan model kelemahan qiyas dalam sebagian besar tradisi keilmuan bayani di mana hubungan antara dua term tidaklah mewakili yang berkaitan, sehingga tidak menghasilkan konklusi yang niscaya melainkan konklusi yang cenderung bersifat kemungkinan. Hal ini disebabkan kedudukan 'illahi lebih berfungsi sebagai muqarabah. Ini berbeda dengan kedudukan term tengah dalam penalaran silogisme yang berpijak pada prinsip identitas.

Jadi, menurut saya Nalar bayani adalah metode berpikir yang didasarkan pada teks, khususnya Al-Qur'an dan Sunah Al-Makbulah. Pendekatan bayani ini melahirkan sejumlah produk hukum Islam, seperti fiqih Islam dan ushul fiqih, serta karya tafsir Al-Qur'an. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun