Semenjak Raja Salman mengangkat putranya sebagai putra mahkota 2017 lalu, banyak aturan-aturan yang menimbulkan kontroversi. Mohammed bin Salman (MbS) sepertinya ingin mengenalkan Arab Saudi terhadap dunia barat. Namun, publik seakan heran dengan aturan-aturan yang kini dilegalkan. Budaya barat yang cenderung berlawanan dengan budaya timur. MbS secara de facto banyak mengubah aturan konservatif islam yang telah lama diterapkan Arab Saudi.
Banyak yang menilai jika alasan dilegalkan aturan-aturan Arab Saudi karena ambisi MbS untuk mewujudkan mega proyeknya. Diketahui jika pemasukan utama negara tersebut berasal dari produksi minyak yang dihasilkan. Namun sejak 2019 lalu, pertumbuhan ekonomi Arab yang melambat membuat pemerintah tidak mengandalkan minyak sebagai pilar ekonomi mereka. Inilah yang menyebabkan MbS mengubah haluan sektor utama perekonomian Arab pada bidang pariwisata.
Sejumlah mega proyek yang menelan ribuan triliun mulai digarap. Mimpi untuk mewujudkan kota futuristik yang megah, lengkap nan canggih mengharuskan Arab Saudi untuk mulai bergaul dengan budaya barat. Arab Saudi ingin menunjukkan kepada dunia jika mereka tidak lagi menutup diri dari budaya luar.
Persis seperti konsep budaya populer yang disampaikan oleh Joke Hermes (2005) dalam buku Budaya Populer Indonesia. Dia menjelaskan jika membahas budaya populer, tergantung pada bagaimana masyarakat menerimanya. Mengkonsumsi budaya populer itu berdasarkan makna, mulai untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan hingga sebagai bentuk pelarian dari aktivitas rutin atau leisure activity. Disini jelas jika MbS ingin mewujudkan mega proyek yang saat ini tengah dibangun. Dengan melegalkan sejumlah aturan, membuat turis asing tidak khawatir jika ingin berkunjung.
Selain itu kaum perempuan Arab dirasa sudah cukup lelah dengan aturan-aturan yang menghalangi ruang gerak mereka. Maka dari beberapa kebijakan yang baru menguntungkan kaum perempuan disana. Hal ini telah lama disuarakan sejak 1990- an, telah banyak gerakan gerakan di Timur Tengah yang memperjuangkan kesetaraan antara pria dan wanita. Dan beberapa tahun belakangan, gerakan gerakan ini menjadi lebih dikenal dengan sebutan Feminisme.
Menurut Marry Wallstonecraff dalam bukunya yang berjudul The Right of Woman, "Feminisme adalah suatu gerakan emansipasi wanita, gerakan dengan lantang menyuarakan tentang perbaikan kedudukan wanita dan menolak perbedaan derajat antara laki-laki dan wanita". Sederhananya, feminisme tentang bagaimana wanita memiliki hak yang sama dengan pria tanpa ada diskriminasi dari masyarakat. Memang Sebagian publik ada yang memprotes kebijakan yang diubah, namun tak dipungkiri banyak masyarakat khususnya kaum perempuan muda yang menerima perubahan ini. Lalu kebijakan apa saja yang telah diresmikan oleh Arab Saudi:
1). Perempuan Arab Boleh "nyetir" sendiri hingga pergi tanpa wali.
Sejak MbS diangkat menjadi Putra Mahkota 2017 lalu, dibawah kepemimpinannya mengubah aturan Arab yang membolehkan perempuan mengemudi. Di tahun 2018 perempuan Arab boleh membuat SIM diumur 18 tahun. Selain itu di tahun 2019 mereka berpergian tanpa mahram. Selain itu di tahun 2019 Arab Saudi resmi mengizinkan seluruh perempuan di negara mereka untuk memiliki paspor seperti semua penduduk pada umumnya.Â
Mereka juga mengizinkan perempuan berusia 21 tahun untuk bepergian sendiri tanpa perlu mendapatkan persetujuan dari wali laki-laki. Sebelumnya perempuan Arab harus mendapat izin dari wali laki-laki untuk mendapat paspor. Perempuan yang belum memiliki paspor akan diberi satu halaman di paspor wali laki-laki, sehingga perempuan itu tidak bisa berpergian tanpa wali.