Walisongo memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan Islam di Indonesia. Walisongo menjadi simbol penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Walisongo berarti sembilan orang wali. Masing-masing tokoh tersebut memiliki metode dakwah yang unik dalam menyebarkan agama Islam.
Seiring dengan perkembangan zaman, metode dakwah tidak hanya menggunakan metode dan media konvensional saja. Tetapi juga dapat dilakukan dengan cara yang lebih modern melalui teknologi yang lebih canggih, misalnya televisi, radio, media social dan lain sebagainya.
Mahasiswa KKN RDR 77 Kelompok 74 UIN Walisongo Semarang menggelar webinar Pendidikan dan Dakwah Keagamaan Berbasis Walisongo bertajuk “Meneladani Strategi Dakwah Walisongo pada Era Konsumtif Media Sosial” pada Selasa (10/11/2021). Acara tersebut diadakan melalui platform Zoom Meeting yang dimulai puku; 09.00 sampai 11.30 WIB.
Kegiatan ini menghadirkan Bapak Yusuf Hasyim, S. Ag., M.SI. yang merupakan Ketua PC NU Kabupaten Pati sekaligus Pembina Yayasan Laras Jagad dan Tim Pengembang Mutu LP Ma’arif NU Jawa Tengah yang sedang menempuh Program Doktoral Islam Nusantara di Universitas Wahid Hasyim Semarang.
Webinar ini diikuti 40 peserta yang terdiri dari anggota KKN RDR 77 Kelompok 74 dan juga masyarakat umum. Webinar ini bertujuan untuk menumbuhkan semangat dakwah keagamaan dan mengulik serta meneladani strategi dakwah Walisongo yang dapat diterapkan di era konsumtif media social seperti saat ini.
Menurut Bapak Yusuf, hadirnya walisongo menjadi ruang baru bagi pengembangan Islam di Nusantara yang sebelumnya belum pernah dilakukan oleh ulama-ulama sebelum walisongo. Para ulama sebelum periode Walisongo belum memiliki format daya dukung yang kuat pada penerimaan masyarakat terhadap Islam, dakwah dilakukan secara mandiri dan sembunyi-sembunyi.
“Walisongo dengan metode dakwahnya yang luar biasa mampu memberikan suatu kenyamanan bagi masyarakat Nusantara, sehingga dakwah nusantara bisa didialogsasikan melalui berbagai budaya, tidak hanya dakwah melalui lisan tetapi melalui berbagai pendekatan dakwah”, imbuhnya.
Masyarakat Indonesia berada pada realitas media sosial luar biasa, mulai anak-anak hingga dewasa bahkan lanjut usia, sehingga memberikan peluang besar untuk dakwah menggunakan media social.
Dakwah menggunakan media social tidak terbatasi oleh ruang, waktu dan audience. Selain itu, pengembangan kreatifitas, strategi, metode, materi dan media dakwah menggunakan media social dapat lebih bervariasi dan dakwah dapat dilakukan secara personal, komunal maupun institusional serta pengembangan nilai-nilai Dakwah Wasatiyah sebagai counter ideolody destruktif lebih mudah.
Meskipun memiliki peluang yang besar dakwah menggunakan media sosial juga memiliki tantangan yang cukup besar, misalnya penguasaan IPTEK SDM mubaligh dan Tim dakwah kreatif, pengembangan nilai-nilai budaya (local wisdom) di dalam berbagai kreatifitas media social, degradasi budaya (culture shock) serta pemanfaatan media social untuk dakwah dan pendidikan melalui karya seni, budaya dan teknologi Islami.