Mohon tunggu...
Sri Silvia Kusumawati
Sri Silvia Kusumawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

Saya memiliki ketertarikan kepada dunia literasi dan buku. Saya menyukai konten - konten terkait, pendidikan, ekonomi, buku, literasi, musik, dan banyak lagi. Saya memiliki kertertarikan yang besar kepada setiap ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Membayar Pajak Untuk Membangun Pendidikan: Apakah Setimpal?

30 Juni 2024   15:43 Diperbarui: 30 Juni 2024   16:18 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berdasarkan Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementrian Keuangan, sebanyak 14,8 juta wajib pajak sudah melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak penghasilan sampai akhir maret 2024. Adapun target kepatuhan SPT Tahunan hingga akhir 2024 adalah 82,2% dari wajib pajak yang berjumlah 19,2 juta SPT atau sebanyak16,09 juta SPT. Pajak yang rutin dibayarkan oleh masyarakat tidak serta merta keputusan sepihak pemerintah, tetapi telah diatur oleh Undang-Undang Perpajakan. Hal ini dibuktikan dengan hasil survey Indikator Politik menunjukkkan kepercayaan publik terhadap Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencapai 83,7% pada Juni 2023. Namun, apa itu pajak?

Menurut KBBI, pajak didefinisikan sebagai pungutan wajib yang biasanya berupa uang. Kasarnya, pajak mengakibatkan berkurangnya penghasilan, namun rakyat masih harus membayar pajak. Hal ini terjadi karena pajak wajib dibayar oleh rakyat sebagai sumbangan untuk biaya pembangunan dan operasional negara sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan lain sebagainya. Operasional negara meliputi pembangunan pendidikan yang belakangan menjadi topik panas.

"Lalu, mengapa pendidikan tidak gratis padahal sudah membayar pajak?"

Celetukan diatas seringkali terdengar ketika rakyat mengeluh tentang mahalnya pajak. Pajak yang dibayarkan harus dikelola untuk rakyat, namun setiap hal pasti memiliki batasan dan pendidikan gratis berada diatas garis batas. Banyak alasan dibalik pendidikan gratis belum bisa direalisasikan di Indonesia. Meskipun telah digadang-gadang bahwa pendidikan wajib dua belas tahun di sekolah negeri gratis, namun fakta dilapangan masih ada sekolah yang memberlakukan iuran. Saya percaya bahwa ada tiga alasan yang cukup krusial antaralain, pertama biaya operasional lembaga pendidikan yang sangat mahal. Biaya operasional ini mencangkup gaji tenaga pendidik dan staf, pemeliharaan infrastuktur, buku dan bahan ajar, serta biaya lain seperti listrik dan air. Kedua, kualitas pendidikan yang melibatkan tenaga pendidik professional, keterbaruan ilmu seperti penelitian, dan pelatihan tenaga pendidik. Terakhir, insfratuktur yang memerlukan pengadaan untuk menunjang proses belajar mengajar seperti gedung, perpustakaan, laboratorium, dan lapangan olahraga. Semua yang telah disebutkan tentu saja membutuhkan biaya yang sangat besar dan fakta dilapangan adalah harga tidak pernah berbohong.

"Lantas, bagaimana rakyat dapat mengenyam pendidikan jika harga yang dipatok sangat mahal?"

Disinilah pajak memainkan perannya dalam membangun pendidikan. Pajak tidak mampu memberikan pendidikan gratis, tetapi pajak mampu meringankan beban biaya pendidikan. Sejak beberapa dekade pemerintah konsisten mendukung pengadaan pendidikan secara finansial. Dukungan finansial tersebut berasal dari APBN yang sebagian besar merupakan pajak.


Kartu Indonesia Pintar (KIP)

Salah satu program dalam mendukung pendidikan adalah pengadaan KIP untuk rakyat tidak mampu. KIP memberikan bantuan uang saku dan bantuan biaya pendidikan seperti UKT untuk pendidikan di jenjang perguruan tinggi. KIP memberikan harapan kepada rakyat yang tidak mampu untuk dapat mengenyam pendidikan dan harapan untuk kehidupan dimasa depan.

Bantuan Dana Operasional dan Infrastuktur

Bantuan dana operasional membantu lembaga pendidikan untuk menyediakan fasilitas yang layak. Fasilitas yang layak mampu memberikan rasa nyaman dan semangat dalam menempuh pendidikan. Selain itu, fasilitas yang layak memudahkan proses belajar seperti pengadaan perpustakaan sebagai salah satu sumber informasi, pengadaan lapangan olahraga, dan laboratorium untuk mendukung pembelajaran terutama sains. Tanpa bantuan dana dari pajak, banyak lembaga pendidikan terutama sekolah-sekolah di daerah terpencil tidak mampu mengadakan proses belajar mengajar. Hal ini mengakibatkan pendidikan yang semakin tidak merata dan kesenjangan semakin tinggi.

Upgrading Pendidik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun