Mohon tunggu...
Silvia Suherman
Silvia Suherman Mohon Tunggu... -

Information System of Telkom University

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jangan Hanya Ingin Dimengerti, Belajarlah untuk Dapat Mengerti

27 Maret 2014   21:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:23 1826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap manusia yang  ada di dunia ini memiliki kebutuhan untuk saling berinteraksi dalam menjalin sebuah komunikasi. Selama manusia dapat saling menghargai dan menghormati pasti akan selalu terjalin hubungan komunikasi yang baik. Namun terkadang banyak dari kita yang tidak mengerti dan melakukan apa yang menurut kita sendiri itu baik. Padahal bagi orang lain belum tentu hal tersebut baik. Dalam hal ini, kita harus pintar dalam memahami apa yang memang pantas dan tidak pantas untuk  dilakukan dalam berinteraksi dengan orang lain. Semua ini tergantung dari kepribadian dan karakter yang dimiliki setiap individunya. Banyak dari kita yang melupakan faktor penting dalam menentukan keberadaan kita di masyarakat. Sekarang saja di lingkungan sekitar kita masih banyak ditemukan masalah yang harusnya bukan jadi sebuah permasalahan. Perbedaan yang semestinya bukan menjadi sebuah perbedaan. Misalnya status sosial,  kecemburuan sosial, penempatan hak dan kewajiban, perasaan negatif, sugesti yang buruk.

Ketika kita bersosialisasi dengan orang lain, status sosial ini menjadi suatu perbedaan dan terkadang menjadi permasalahan. Orang-orang  berlomba-lomba untuk mendapatkan gelar terbaik dalam hidupnya. Mereka menempuh segala cara untuk mendapatkan gelar tersebut. Mulai dari cara baik ,dengan semangat tinggi menuntut ilmu setinggi-tingginya untuk mendapatkan gelar sarjana, profesor, doktor dan sebagainya. Bahkan ada pula cara mudah dan cepat yang pernah dilakukan masyarakat sekarang, yaitu mungkin dengan hanya membeli secarik kertas dan gelar tersebut dapat langsung didapatkan. Bukan hanya gelar pendidikan, pandangan masyarakat juga tertuju pada status jabatan dan kekuasaan seseorang . Semakin tinggi kekuasaan dan jabatan yang dimiliki, semakin nyata pula keberadaannya di masyarakat. Mau tidak mau, suka tidak suka hal ini memang sulit untuk dihindarkan. Secara teori mungkin terlihat mudah untuk dibenahi. Namun pada kenyataannya, memang benar semakin tinggi pendidikan dan kekuasaan, pasti keberadaan kita di masyarakat akan di anggap penting dan dilihat. Coba ketika kita tidak memiliki pendidikan yang tinggi dan hanya biasa-biasa saja, penilaian orang terhadap kita pun berbeda. Hal ini pula yang dapat menimbulkan kecemburuan sosial di masyarakat. Antara satu dan pihak lainnya akan saling berebut tempat agar dapat diterima dihati masyarakat dalam berinteraksi dan menjalin komunikasi. Kepribadian kitalah yang menentukan ini semua. Status sosial bukan lagi menjadi masalah, jika pola pikir dan karakter setiap individu yang berubah. Sebuah interaksi yang baik tergantung dari pola pikir dan kepribadian yang dimiliki oleh setiap manusia.

Interaksi yang baik juga ketika dalam berkomunikasi, kita dapat saling mengerti dan memahami. Dapat membedakan antara hak dan kewajiban.  Menjalankan apa yang memang telah menjadi kewajiban kita di masyarakat. Mendapatkan hak yang memang seharusnya kita miliki. Penempatan hak dan kewajiban inilah yang harus baik, tepat sasaran, tepat waktunya, serta dalam kondisi yang memungkinkan. Jangan sampai ada kesalahan dalam menempatkan antara hak dan kewajiban. Mana yang memang sedang menjadi prioritas utama, sebaiknya kita utamakan. Kesalah pahaman yang terjadi di masyarakat, akibat keegoisan yang dimiliki setiap orangnya. Misalnya dalam mengemukakan pendapat, merasa mempunyai hak yang sama, dalam jiwa kita pasti ingin selalu di dengar dan di mengerti . Tanpa melihat kewajiban kita untuk dapat mengerti apa pendapat orang lain, apa maksud yang disampaikan, dan apa makna yang terkandung didalamnya. Kita melupakan kewajiban itu. Merasa diri kita yang harus menjadi prioritas utama untuk dimengerti oleh orang lain. Jika setiap interaksi yang kita bangun, tak dapat kita tempatkan mana yang menjadi prioritas utama antara hak dan kewajiban, akan seperti apakah komunikasi yang terjadi di masyarakat?.

Berpikir mengenai kepribadian dan karakter setiap manusia yang ada di muka bumi ini, memang tidak akan pernah ada habisnya. Tuhan telah menciptakan semua umat manusia dengan sebaik-baiknya. Berbagai macam karakter dan pola pikir manusia pasti berbeda-beda. Tinggal bagaimana  karakter dan pola pikir yang kita miliki tersebut dapat kita olah dengan baik dan tergantung dari cara kita untuk memperbaikinya kearah yang lebih baik pula. Cara pandang kita terhadap seseorang, cara pandang kita terhadap suatu masalah, itu semua pola pikir kita yang menentukannya. Apakah kita memilih untuk berpikir positif atau mungkin berpikir negatif dalam memandang sesuatu. Segala sesuatu yang kita pikirkan akan menjadi sebuah sugesti yang kita rasakan. Mulailah untuk berpikir positif terhadap hal apapun. Kita juga harus peka dengan keadaan disekitar kita. Tak selamanya orang harus mengerti dengan apa yang kita inginkan. Jangan hanya ingin dimengerti, tapi Belajarlah untuk dapat Mengerti orang lain, karena Interaksi dan Komunikasi yang baik ketika setiap orang dapat saling mengerti satu sama lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun