Banyak orang sering memberi komentar pada postingan-postingan 'berbau' rohani dengan kata 'Amin'. Seolah-olah kata amin adalah jawaban dari semua status 'berbau' rohani. Sebagian orang jarang membaca hingga tuntas atau sama sekali tidak membaca namun selalu memberi komentar 'Amin'.
Selain status dalam bentuk tulisan, sering juga gambar-gambar 'musibah' (misalnya gambar peperangan, kebakaran, longsor, gempa bumi, dll) atau orang yang sedang 'sekarat' (gambar orang sedang sakit kanker, tumor, dll) yang dibagikan di berbagai media dipenuhi dengan komentar.
Fenomena tersebut memunculkan pertanyaan: Apa sesungguhnya yang hendak dikatakan, ketika seseorang memberi komentar pada status di media sosial dengan kata 'Amin' atau apakah orang-orang yang komentar benar-benar mengerti apa makna dari kata 'Amin'? Benarkah komentar 'Amin' merupakan indikator bahwa banyak orang malas membaca?
Berdasarkan pengamatan, ada beberapa hal yang sangat memprihatinkan yang melanda masyarakat kita, antara lain:
Pertama, minat Membaca yang rendah. Minat membaca yang rendah membuat sebagian orang mudah digiring kepada opini dan pendapat yang simpangsiur atau hoaks.
Kedua, bergesernya makna kata 'Amin'. Kata Amin umumnya dipakai dalam setiap agama untuk mengakhir doa atau untuk mengatakan sesuatu itu benar/setuju. Namun pada masa kini kata 'Amin' seolah berevolusi menjadi 'barang' yang tidak sakral lagi.
Setiap orang mengucapkan dengan lantang, meskipun status atau gambar yang dilihat belum tentu benar. Mengucapkan 'Amin' berarti mengatakan kesediaan, setuju, dan membenarkan apa yang dibaca/lihat.
Ketiga, mudah menyimpulkan. Sebagian orang mudah menyimpulkan dan menyebarkan status atau gambar tertentu tanpa croscek kebenarannya. Akibatnya, sebagian orang justru melanggar UU ITE karena menyebarkan berita hoaks.**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H