Mohon tunggu...
Bang SB
Bang SB Mohon Tunggu... Jurnalis -

Bang SB dimasa kanak kanaknya kerap jualan bakwan, menulis untuk diri sendiri, pernah jadi supir angkot nasib baik memberinya rezeki hingga mampu beli android

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Quo Vadis Pers Indonesia

3 Oktober 2016   15:33 Diperbarui: 3 Oktober 2016   15:41 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 "apa yang diberitakan pers hampir selalu di percaya oleh publik, begitu hebatnya pers sehingga siang hari pun jika pers memberitakannya sebagai malam hari, publik (yang lugu) akan mempercayainya."  --(KH Mustofa Bisri) 

Pers memiliki kemampuan untuk menjangkau cakupan yang sangat luas, bahkan pers mampu menembus batasan batasan jenis kelamin, umur dan batasan batasan lain. Pers senantiasa hidup, bahkan pers mampu melipatgandakan pesan, berita yang biasa biasa aja bisa menjadi sebuah berita yang bombastis karena dikemas dengan baik oleh orang orang pers. 

Menjamurnya perusahaan pers sehubungan dengan agenda reformasi menghadirkan pilihan pilihan bagi publik untuk memilih pemberitaan yang sesuai dengan seleranya. Perusahaan pers tentu saja memiliki agenda setting sesuai dengan basis pemberitaan yang dikehendaki oleh personel perusahaan pers tersebut. 

Dewan redaksi sebuah perusahaan pers berhak untuk memberitakan sebuah berita yang dianggapnya sesuai dengan platform perusahaannya atau mungkin mengabaikan kejadian yang ada di depan matanya sendiri, dan tidak memberitakannya. Itulah kekuasaan agenda setting perusahaan pers. Perbedaan sudut pandang antar perusahaan pers ini membawa perusahaan pers satu dengan yang lain untuk melaksanakan perang opini jurnalistik. 

Melihat besarnya kekuasaan pers, Efendi Ghazali Direktur Salemba School Institute For Media and Campaign Literacy menyatakan bahwa besarnya pengaruh media dalam menggiring persepsi publik, sering menjadikan pihak pihak yang berkepentingan terhadap satu isu akan menggunakan media massa untuk memuluskan tujuannya. Dalam memenuhi order ini, perusahaan pers bahkan kerap kali melakukan kebohongan kebohongan. Kebohongan media dibaginya menjadi lima yaitu:

  1. Membesar besarkan atau mengecil ngecilkan data. Kejadian ini baru beberapa hari lalu terjadi, dimana diskusi di mesjid istiqlal diberitakan kompas dihadiri ratusan orang disisi lain, netizen menghadirkan bukti bahwa diskusi tersebut dihadiri ribuan orang.
  2. Memberitakan yang tak pernah ada. Dalam hal ini, perusahaan media memberitakan sesuatu yang tidak ada. Apakah pemberitaan tentang hasil keputusan Mahkamah Agung tentang Kasasi Pilkada siantar masuk dalam kategori ini
  3. Tidak memberitakan kejadian yang terjadi dan jika diberitakan akan bermanfaat bagi publik. Ini bahkan sangat sering terjadi, dimana tv one tidak akan memberitakan lumpur lapindo atau metro tv tidak akan memberitakan kisruh partai nasdem. 
  4. Membohongi agenda publik dengan sengaja. Dalam hal ini, media yang berkepentingan akan menghadirkan satu berita secara massif untuk menutup pemberitaan lain.
  5. Membohongi publik dengan menekankan berkali kali untuk menyakinkan publik bahwa media tersebut tidak sedang berbohong. 

Melihat realita di atas, quo vadis perusahaan media? Mau kemana perusahaan media akan melaksanakan fungsinya. Apatisme tentang peranan media dalam kesetaraan informasi dan pilar demokrasi menjadi sebuah hal yang wajar. Semua pihak yang berkepentingan akan berusaha menggandeng media, untuk menggiring opini sesuai keinginannya. Sehingga penguasa seringkali menggunakan media untuk memperoleh legitimasi. Dengan legitimasi yang ada, penguasa tersebut akan dikesankan oleh media media yang diarahkannya bahwa penguasa bertindak benar dan sah. Lalu bagaimana media akan melindungi kaum kaum yang lemah? 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun