Pada tahun 2024 menjadi tahun penuh tantangan sekaligus pembelajaran bagi banyak orang. Berbagai tekanan sosial dari keluarga, pekerjaan, hingga lingkungan pertemanan kerap menghiasi perjalanan hidup kita.Â
Banyak individu lintas generasi merasakan beban ekspektasi yang datang dari berbagai arah. Media sosial, misalnya, sering menjadi pemicu perbandingan yang tidak sehat.Â
Melihat orang lain yang tampak lebih sukses, bahagia, atau stabil dapat menimbulkan perasaan tidak cukup baik, bahkan memengaruhi rasa percaya diri. Tekanan ini diperparah oleh tuntutan keluarga atau rekan kerja untuk memenuhi standar tertentu.Â
Dalam konteks ini, ekspektasi sosial kerap menjadi hambatan bagi pengembangan diri, karena kita cenderung lebih peduli dengan penilaian orang lain daripada memperhatikan apa yang benar-benar kita inginkan.
Dari pengalaman tersebut, timbul pertanyaan mendasar: Apakah kita terlalu sibuk memenuhi harapan orang lain hingga lupa memperhatikan kebutuhan diri sendiri?Â
Jika jawabannya "ya," maka tahun 2025 adalah momen yang tepat untuk mengubah cara kita merespons ekspektasi sosial. Menurut American Psychological Association (APA), refleksi atas pengalaman masa lalu adalah kunci untuk memahami kebutuhan emosional diri dan mengidentifikasi pola perilaku yang tidak produktif.Â
Evaluasi terhadap pengalaman di tahun 2024 adalah langkah awal untuk menyusun strategi hidup yang lebih selaras dengan tujuan pribadi di tahun baru.
Memasuki tahun 2025, tantangan dalam mengelola ekspektasi sosial semakin kompleks. Keinginan untuk diterima dan diakui sering kali menjadi beban yang membatasi individu.Â
Berdasarkan Social Comparison Theory yang diperkenalkan oleh Leon Festinger, manusia memiliki kecenderungan alami untuk membandingkan dirinya dengan orang lain, terutama dalam lingkungan sosial yang kompetitif.Â
Penelitian dari Pew Research Center (2022) juga menemukan bahwa media sosial memperburuk fenomena ini, menciptakan tekanan untuk menampilkan kesuksesan dan kebahagiaan yang tidak realistis.Â