Mohon tunggu...
silvani dmk
silvani dmk Mohon Tunggu... Guru - Silvani Lika Aprilia Damanik

Dream | Create | Inspire (Find me on social media @silvanidmk_)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Self-acceptance, Mulai Dari Mana?

14 Januari 2024   16:07 Diperbarui: 14 Januari 2024   17:51 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sementara kita masih berdiri didepan cermin, dan berusaha menguatkan diri seraya berkata "akan datang hari yang bahagia dan kesulitan ini akan segera berlalu, aku hanya perlu berusaha lebih baik lagi sehingga dapat menunjukkan yang terbaik, because i'm fine, i'm happy and i love me" BOHONG !

 Mengapa kita terlalu mudah percaya pada statement "akan datang hari yang bahagia" ? you know what, sampai saat ini tidak ada satupun manusia dimuka bumi yang mampu mengartikan kebahagiaan secara spesifik, karena bahagia itu relatif, dan kebahagiaan yang sesungguhnya bukanlah dicari ataupun ditunggu melainkan diciptakan. 

 Lalu, kita masih yakin bahwa kesulitan akan segera berlalu? Oh tentu tidak. Jangan pernah berharap kesulitan akan berlalu apalagi hilang, karena kemanapun kita pergi dan dimanapun kita berada, kesulitan akan selalu menyertai. Unless we die.

 Meyakinkan diri untuk berusaha menjadi lebih baik rasanya tak salah, tapi sebelum itu, akan lebih adil jika kita mampu menerapkan self-acceptance. Ya penerimaan diri, instead of mengatakan berusaha menjadi lebih baik, it will better if kita memeluk diri sendiri dan menegaskan bahwa tidak sempurna bukanlah hal yang memalukan, melakukan kesalahan juga bukan hal yang tabu serta penerimaan diri harus mampu menjadi obat penenang.

Mengapa demikian? Terdengar begitu pesimis !

Mari kita bahas logically.

 Saat ini, begitu tidak terbatasnya hal yang dapat kita lihat dan kita ketahui, tidak terbatas pula hal -- hal yang mengakibatkan kita merasa kurang (a.k.a insecure) dan terpinggirkan lalu merasa kecewa bahwa kita tidak bisa sebaik atau sebahagia orang lain. Belum lagi orang yang berkomentar tentang hidup kita tentu sudah tidak terhitung lagi jumlahnya kan?

 Lalu yang menjadi persoalan adalah, mau sampai kapan kita terus terkungkung pada pola fikir yang demikian? Mau sampai kapan kita harus memenuhi ekspektasi orang lain untuk menjadi lebih baik? Mau sampai kapan kebahagiaan kita di ukur oleh orang lain yang bahkan tidak punya kontribusi apapun dihidup kita? MAU SAMPAI KAPAN?!

 Menurut Alan watts, seorang filsuf yang mengemukakan hukum kebalikan, ia mengatakan bahwa "ketika anda semakin keras berusaha merasa lebih baik, maka anda akan semakin tidak puas. Singkatnya anda akan semakin terpuruk".

 Yang ingin saya tekankan disini adalah, orang -- orang tidak akan mengingat komentarnya terhadap kita di keesokan harinya, maka dari itu jangan memperdulikannya. Setiap orang akan mati, aku kamu kita. So, your life will useless kalau hanya digunakan untuk memikirkan pandangan oranglain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun