Dalam situasi ini, pemilik usaha kecil mungkin harus memilih antara menaikkan harga produk mereka atau menyerap biaya tambahan tersebut, yang dapat mengurangi margin keuntungan mereka secara signifikan. Jika situasi ini berlangsung lama, banyak UKM mungkin terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau bahkan tutup usaha.
Banyak pengamat ekonomi dan masyarakat umum mengkritisi kebijakan kenaikan PPN ini sebagai langkah yang tidak tepat terhadap kondisi masyarakat saat ini. Mereka berpendapat bahwa pemerintah seharusnya fokus pada memperluas basis pajak dengan cara yang lebih efisien dan adil, alih-alih membebani kelas menengah ke bawah dengan pajak yang lebih tinggi. Beberapa ekonom juga menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan untuk mengenakan pajak lebih tinggi kepada kelompok berpenghasilan tinggi atau perusahaan besar sebagai alternatif untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani masyarakat yang sudah rentan.
Organisasi masyarakat sipil juga telah menyuarakan penolakan terhadap kebijakan ini dengan alasan bahwa kenaikan PPN akan semakin memperburuk ketimpangan sosial di Indonesia. Mereka menyerukan agar pemerintah melakukan kajian mendalam tentang dampak sosial dari kebijakan perpajakan sebelum menerapkannya. Salah satu yang menolak PPN 12% yaitu YLKI atau Yayasan Lembaga konsumen Indonesia. Ketua Pengurus Harian YLKI Indah Suksmaningsih menyebut, kenaikan PPN menjadi 12 persen akan memberi beban tambahan bagi masyarakat yang tengah menghadapi kesulitan ekonomi.
Salah satu alternatif untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani kelas menengah ke bawah adalah dengan menerapkan sistem pajak berbasis kemampuan membayar. Dalam sistem ini, individu atau perusahaan dengan penghasilan lebih tinggi akan dikenakan pajak yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang memiliki penghasilan rendah. Dengan cara ini, pemerintah dapat mengumpulkan pendapatan tambahan tanpa harus menaikkan pajak konsumsi seperti PPN yang berdampak langsung pada daya beli masyarakat.
Pemerintah juga dapat fokus pada upaya peningkatan kepatuhan pajak di kalangan wajib pajak besar dan perusahaan multinasional. Banyak perusahaan besar masih melakukan penghindaran pajak melalui berbagai cara legal maupun ilegal. Dengan meningkatkan kepatuhan pajak di sektor-sektor tersebut, pemerintah dapat memperoleh pendapatan tambahan tanpa harus membebani masyarakat kelas menengah ke bawah.
Kenaikan tarif PPN menjadi 12% di tengah kondisi ekonomi yang lemah dapat menjadi pukulan telak bagi kelas menengah ke bawah di Indonesia. Dengan daya beli yang sudah tertekan akibat berbagai faktor eksternal dan internal, penambahan beban pajak ini berpotensi memperburuk situasi sosial-ekonomi masyarakat.
Penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan mencari solusi alternatif yang lebih pro-rakyat guna mendukung pemulihan ekonomi tanpa membebani masyarakat lebih lanjut. Dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan domestik saat ini, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat diperlukan untuk menciptakan kebijakan perpajakan yang adil dan berkelanjutan bagi semua lapisan masyarakat.
Dengan demikian, kita berharap bahwa keputusan-keputusan kebijakan selanjutnya akan mempertimbangkan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama demi masa depan ekonomi Indonesia yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H