Mereka berkomentar setidaknya karena dua hal: pertama, karena sesuatu itu tidak sejalan dengan pemikiran mereka. Kedua, adanya provokasi keadaan, dari komentator sebelumnya, atau dari teman yang mengompori untuk ikut berkomentar.
Inilah yang menyebabkan kemerosotan kualitas generasi milenial. Mereka menjadi makhluk yang idiot, anti-sosial dan sok tahu. Parahnya, self assertion (percaya diri yang berlebihan) membuat mereka merasa menjadi raja kebenaran dengan keabsolutan tahta, bahkan hingga mencapai level anti-kritik. Meminjam istilah Haedar Nashir, mereka menjadi orang-orang yang mendakwa diri sebagai penjaga gerbang kebenaran tunggal secara absolut.
Jika keberadaan media sosial memang bertujuan untuk memberikan akses yang lebih luas untuk generasi sekarang, maka mari kita gunakan kemudahan ini untuk mengeksplor lebih banyak hal positif, memperluas jaringan misalnya.Â
Kita bisa menjalin banyak relasi dengan banyak kawan. Membuat komunitas yang menyebar manfaat dan pesan-pesan perdamaian ke seluruh pelosok negeri. Membuat akun-akun yang mampu menciptakan counter narasi dari kelompok-kelompok intoleran dan jumud.
Tanpa gerak kita, media sosial hanya akan menambah sosok-sosok tak berguna bagi bangsa. Tak ada lagi yang bisa diharapkan dari generasi gadget yang hanya mementingkan ego dan dunia mereka sendiri. Jika bukan kita yang merubahnya, siapa lagi? Wallahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H