Apa kabar teman-teman kompasiana :)
Kali ini saya akan membahas tentang budaya jujur.
Sebelumnya saya mau sedikit membahas kenapa seseorang melakukan suatu ketidakjujuran. Tadinya saya berpikir bahwa akar dari masalah ketidakjujuran adalah murni faktor mentalitas. Seperti misalnya Koruptor yang kebanyakan mengatakan mereka melakukan korupsi karena mempunyai mental yang bobrok. Atau seorang siswa yang sudah berani berbohong kepada orangtuanya dikatakan mempunyai mental yang sama bobrok-nya dengan koruptor. Lantas siapa yang harus disalahkan atas ketidakjujuran ini? Apakah orangtua kita mengajarkan untuk melakukan ketidakjujuran? Tentu tidak, bukan?
Lantas mengapa selalu mentalitas yang disalahkan?
Sulit memang untuk mencari solusi dalam hal ini. Selalu penyebabnya mentok pada persoalan mentalitas. Dan dengan mudahnya kita berkata "Mau gimana lagi mental mereka aja udah begitu dari sananya. Tinggal nunggu mereka insaf aja". Kelamaan kalo nunggu mereka insaf bapak-bapak, ibu-ibu., sodara-sodara -__-
NEXT!!!
Menurut KBBI Daring, mentalitas adalah keadaan dan aktivitas jiwa (batin), cara berpikir, dan berperasaan. Cara berpikir orang itu berbeda-beda. Misalnya ada dua orang siswa A dan B. Si A adalah siswa yang cerdas dan menyandang predikat juara kelas, namun si B adalah siswa yang tidak pintar dalam pelajaran. Saat melakukan ujian si A murni menggunakan otaknya tanpa bantuan nasi uduk (kebetan). Biarpun diberi secara cuma-cuma si A tetap saja menolak menggunakan nasi uduk tersebut. Sedangkan si B kebalikan dari si A, si B menggunakan bantuan nasi uduk.Dari hasil ujian yang didapat oleh kedua siswa tersebut terlihat bahwa nilai yang didapat oleh si B lebih tinggi dari si A yang merupaka juara kelas. Banyak teman-teman dikelasnya yang mencemooh karena sifat idealisnya yang sok tidak mau menggunakan nasi uduk seperti teman-temannya yang lain. Karena malu akan cemoohan teman-temannya, si A lantas menerima tawaran untuk menggunakan nasi uduk dihari berikutnya.
Siswa yang mulanya jujur pada akhirnya akan terpengaruh untuk berperilaku tidak jujur. Logikanya, jika ia tetap idealis, maka ia akan terkucil dari lingkungannya. Lambat laun ia akan frustasi karena merasa diperlakukan tidak adil.
Memang, mentalitas menjadi faktor utama dari setiap akibat perbuatan manusia. Namun mentalitas juga ditentukan oleh suatu sistem atau lingkungan sosial. Apapun jerih payahnya dalam belajar, toh hasilnya akan sama atau bahkan lebih sedikit dari mereka yang tidak jujur atau bahkan dibawahnya.
Lantas bagaimana menghentikan perilaku ketidakjujuran?
Jika dari bawahnya saja ketidakjujuran dijadikan hal yang wajar dan dilegalkan, mungkin para koruptor akan punya banyak teman baru dikemudian harinya.
Mulailah bersikap tegas khususnya untuk orangtua, guru, dosen serta seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Berikan sanksi tegas pada siswa yang menggunakan nasi uduk dalam ujian, pada mahasiswa yang dengan asik ctrl + c dan ctrl + v skripsi orang lain, pada koruptor yang dengan mudahnya membeli mobil baru sedangkan ada orang yang ingin membayar kuliah harus meminjam sana-sini.
Dan untuk diri kita sendiri, ingat ada yang selalu memperhatikan segala perbuatan kita. Jangan malu berbuat jujur kalo kita benar :)