Sebagai warga negara Indonesia yang sangat membutuhkan informasi yang valid dan benar kami sangat menyanyangkan berbagai komentar dan tanggapan yang simpang siur tentang insiden yang menimpa saudara-saudara kami di Tolikara, Kabupaten Karubaga Provinsi Papua.
Menurut kami sudah seharusnya Pemerintah tidak mengeluarkan statement yang belum tentu kebenaran dan kepastiannya secara sendiri-sendiri. Mulai dari Wapres pada tanggal 17 Juli 2015 yang mengeluarkan statement insiden Tolikara di picu oleh speaker (pengeras suara), pernyataan Menkopolhukam dan Presiden GIDI tentang Surat Edaran pelarangan umat muslim melakukan aktivitas keagamaan di Tolikara adalah Palsu yang di balas dengan pernyataan Kapolri tentang Surat Edaran tersebut adalah asli serta pengakuan Ketua dan Sekretaris GIDI Tolikara yang membuat surat larangan tersebut, pernyataan Menag yang meyakinkan tidak ada perda larangan berlebaran di Tolikara namun ada pernyataan Bupati Tolikara membenarkan adanya Perda pelarangan tersebut namun belum sampai Pemerintah Pusat. Pernyataan-pernyataan atau statement-statement alias komentar-komentar seperti itu membuat kami sebagai masyarakat bingung. Mana yang benar, mana yang harus dikoreksi, mana yang harus dijadikan pedoman dan patokan.
Sebaiknya pemerintah membuat pernyataan dengan satu suara dan tidak simpang siur seperti saat jaman dulu-dulu pernyataan hanya dinyatakan oleh Mensesneg, bahkan Presiden yang dulu-dulu sekalipun tidak pernah berkomentar kepada media secara tidak resmi. Presiden, Wapres, maupun para menterinya seharusnya hanya boleh memberikan komentar resmi dengan informasi yang sudah pasti dan tidak simpang siur dan dilakukan oleh satu pintu sehingga bisa diterima oleh masyarakatnya.
Sebuah informasi yang akurat sudah seharusnya diberikan secara resmi melalui lembaga yang ditunjuk oleh Negara, dengan keakuratan yang sudah tidak diragukan lagi dan bisa dijadikan sebuah pedoman dan pegangan warga negaranya.
Pemerintah harus sadar bahwa pemerintah tersebut mewakili suatu Negara besar Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan rakyat yang berjuta-juta penduduk yang menginginkan suatu informasi akurat, tepat, cepat dan benar serta tidak simpang siur.
Sebuah informasi yang di lemparkan di media online sangatlah cepat berkembang bahkan melebihi kecepatan sebuah informasi intelijen (mengutip pernyataan para pakar intelijen). Para penyedia berita baik dari media itu sendiri maupun para netizen-netizen sudah seharusnya dipikirkan kembali untuk menulis sebuah informasi dalam media online tersebut. Para pembaca media online tersebut haruslah bisa menelaah dengan pikiran yang jernih dan positif dalam menghadapi informasi yang sangat sensitif tersebut.
Perlunya pembelajaran tentang menelaah sebuah informasi yang berkembang serta memiliki tingkat kesensitifitasan yang sangat tinggi berbeda dengan informasi tentang adanya diskon khusus dalam keinginan berbelanja. Informasi diskon masih bisa kita telan bulat-bulat karena itu menguntungkan kita namun informasi yang sensitif apabila kita telan apalagi kita sebarkan tanpa ditelaah lebih lanjut akan berakibat fatal. Proses pembelajaran tersebut bisa dilakukan pertama kali dengan pihak media yang harus bisa mensortir berita-berita yang layak untuk dibaca kepada para pembacanya. Selanjutnya proses pembelajaran tersebut dilakukan oleh para pembaca atau netizen tersebut ditelaah dengan pikiran yang positif dan logika yang sehat.
Finally let’s keep smart and positive thinking
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H