Memindahkan aliran air sungai dengan tujuan agar sejumlah ikan didalam aliran air tersebut dapat ditangkap dinamakan "MUNYEKOT".
Kegiatan Munyekot sudah ada sejak zaman dahulu kala, biasanya pada pertengahan musim kemarau. Objek munyekot tersebut adanya pada sungai yang mempunyai dua aliran sebelah kiri dan sebelah kanan. Kemudian satu di antaranya dikeringkan (disekot).
Bak kata pepatah sekali dayung dapat mengarungi dua samudera. Kenapa tidak? Ikan di sungai dapat ditangkap tanpa mengganggu biota lainnya.Â
Kemudian aliran sungai terkendali dengan menyusun bebatuan sebagai alat mengalihkan aliran sungai. Kemudian tidak akan terjadi pengikisan dan pendangkalan sungai, karena sungai dalam pengendalian insan-insan yang bertanggung jawab.
Secara hystoris munyekot (menangkap ikan sungai dengan pengeringan air) ini, merupakan salah satu wujud dari rasa syukur petani setelah mendapat hasil panen tanaman padi pada zaman dahulu.Â
Bersenang-senang turun ke sungai denga semangat gotong - royong dan kebersamaan, batu disusun untuk menyangga aliran sungai kemudian lubang batu tersebut ditutupi dengan bongkahan tanah.Â
Untuk menjinakan ikan biasanya menggunakan perasan air TUBA JENU dan TUBA LINTAH yang ytidak mematikan ikan dan tidak berdanpak pada kehidupan lain di sekitar aliran sungai tersebut.
Sangking peroduktifnya sungai yang sering dipanen ikannya dengan cara munyekot orang terdahulu memberi nama penyekoten seperti sekot Naru, sekot Udang, sekot Lokot, sekot Belanga Basah, sekot Berawang Enam puluh, sekot Keloang, sekot Tanyung dan masih banyak nama lain di sejumlah aliran sungai dataran tinggi Gayo.
Pengurus dan sejumlah anggota kelompok tani Buntul Lampung desa Rusip kecamatan Rusip kabupaten Aceh Tengah melakukan acara NYEKOT di sungai.Â